Starring: - Shun Oguri as Takiya Genji
- Takayuki Hamada as Tamao Serizawa
- Sousuke Takaoka as Izaki Shun
- Kenta Kiritani as Tatsukawa Tokio
- Kyōsuke Yabe as Katagiri Ken
- Takayuki Hamada as Tamao Serizawa
- Sousuke Takaoka as Izaki Shun
- Kenta Kiritani as Tatsukawa Tokio
- Kyōsuke Yabe as Katagiri Ken
- Motoki Fukami as Rindaman
- Watanabe Dai as Bandō Hideto
Rilis: 27 Juli 2007
Box office: $ 22 juta
Genre: Action
Lama: 2 jam 9 menit
Kali ini gue menyajikan sesuatu yang sedikit berbeda. Biasanya gue me-review (trus THIS IS NOT A REVIEW apalah artinya?!) film terkenal yang jelas udah pernah nongol di bioskop. Yah, anggeplah macam The Raid 2, atau Big Hero 6, atauBreaking Daun The Maze Runner. Tapi, seperti yang udah gue bilang tadi, gue akan menyajikan sesuatu yang berbeda. Gue gak tau apa ini film pernah nongol di bioskop Dua-Satu ato enggak, tapi satu hal: film ini greget banget. Nope, judulnya tidak menyiratkan film horror asal Jepang (percaya sama gue, Jepang dan Thailand adalah pakar film horror). Greget dalam arti: tema yang dibawakan. Kita sebagai orang Indonesia mestinya udah familiar banget sama tema ini, tapi yang gue suka adalah film ini bisa merubah perspektif kita terhadap tema itu.
Apaan sih? Kasitau woy!!
Tawuran.
Yah tahu aja kan, golongan pelajar Indonesia terbagi atas dua hal: alim dan bengal. Bengal sendiri terbagi atas dua kategori lagi: nakal dan anarkis. Di sini akan gue bahas anarkis, yaitu semacam nge-geng dan kurang lebih jadi mafia sekolah. Anarkis sendiri bisa (bila mau) dibagi menjadi dua hal: intra/antarsekolah. Golongan anarkis jelas udah menjadi sumber berbagai keresahan di masyarakat, apalagi kalo masalah mereka dibawa ke luar komplek sekolah mereka. Jalanan tempat banyak mobil motor gerobak lewat jadi ring tarung mereka. Bisa aja toh, gara-gara sepatu setengah juta mereka kecirit tokai langsung tawuran?
Kurang lebih tahun lalu, atas rekomendasi temen gue, gue berhasil menemukan film greget ini. Tapi, ada satu hal yang jelas berbeda. Kita semua tahu betapa peserta tawuran reguler di masyarakat udah kayak granat. Kita gak pernah tahu kapan mereka bisa meledak, dan masalah macam apa yang bisa bikin mereka meledak. Seperti yang gue bilang tadi, kecirit tokai bisa jadi salah satu alasannya. Intinya, mereka bisa hajar-hajaran kapan, dimana, dan dengan siapa aja.
Apa bedanya dengan disini??
Welcome to Suzuran
Setting utama di film ini adalah SMA Pria Suzuran, yang jelas gak ada di Indonesia (tapi diam-diam diimpikan ada). Menurut film ini, Suzuran ini udah semacam kandangnya remaja tawuran. Bahkan selama satu film, gak ada adegan murid-muridnya belajar. Yang ada, nongkrong sana sini, corat-coret piloks sana-sini, ngerokok pula. Guru? Satu-satunya alasan guru tidak jadi korban tawuran anak-anak adalah karena predikat mereka sebagai guru. Dari tahun ke tahun, selalu ada perebutan kekuasaan mutlak atas seluruh anak murid di Suzuran. Bahkan, ada aja remaja yang cukup ngide buat daftar ke Suzuran buat ngebuktiin kemampuannya gebuk orang lain. Yah intinya, kalo mau jadi manusia yang bermartabat dan berguna bagi masyarakat dibandingkan jadi tukang bogem, ya jangan ke sini.
Sampai pada film ini, penguasa (atau yang paling deket ke pangkat 'penguasa') Suzuran adalah Tamao Serizawa, antagonis utama film ini. Serizawa sudah menguasai sebagian besar dari Suzuran, dan juga punya paling banyak pengikut. Versi simpelnya, dia adalah yang paling mendekati sebagai raja anak-anak greget Suzuran. Padahal, postur dia gak segede anak-anak lainnya. Rada pendek gimana, gitu.
Semuanya berubah saat ada murid pindahan yang seangkatan sama Serizawa. Takiya Genji, anak Yakuza (wajar aja sih kalo Yakuza ngirim anaknya ke sekolah yang mendidik muridnya menjadi Yakuza). Genji pindah dengan mandat dari bokapnya (Yakuza, jelas) untuk menguasai Suzuran, suatu pencapaian yang tidak berhasil dicapai si bokap itu. Tapi TERNYATA *jengjengjeng* sebuah rintangan besar berdiri di hadapannya! Siapakah dia?
Genre: Action
Lama: 2 jam 9 menit
Kali ini gue menyajikan sesuatu yang sedikit berbeda. Biasanya gue me-review (trus THIS IS NOT A REVIEW apalah artinya?!) film terkenal yang jelas udah pernah nongol di bioskop. Yah, anggeplah macam The Raid 2, atau Big Hero 6, atau
Apaan sih? Kasitau woy!!
Tawuran.
Yah tahu aja kan, golongan pelajar Indonesia terbagi atas dua hal: alim dan bengal. Bengal sendiri terbagi atas dua kategori lagi: nakal dan anarkis. Di sini akan gue bahas anarkis, yaitu semacam nge-geng dan kurang lebih jadi mafia sekolah. Anarkis sendiri bisa (bila mau) dibagi menjadi dua hal: intra/antarsekolah. Golongan anarkis jelas udah menjadi sumber berbagai keresahan di masyarakat, apalagi kalo masalah mereka dibawa ke luar komplek sekolah mereka. Jalanan tempat banyak mobil motor gerobak lewat jadi ring tarung mereka. Bisa aja toh, gara-gara sepatu setengah juta mereka kecirit tokai langsung tawuran?
Kurang lebih tahun lalu, atas rekomendasi temen gue, gue berhasil menemukan film greget ini. Tapi, ada satu hal yang jelas berbeda. Kita semua tahu betapa peserta tawuran reguler di masyarakat udah kayak granat. Kita gak pernah tahu kapan mereka bisa meledak, dan masalah macam apa yang bisa bikin mereka meledak. Seperti yang gue bilang tadi, kecirit tokai bisa jadi salah satu alasannya. Intinya, mereka bisa hajar-hajaran kapan, dimana, dan dengan siapa aja.
Apa bedanya dengan disini??
Welcome to Suzuran
Setting utama di film ini adalah SMA Pria Suzuran, yang jelas gak ada di Indonesia (tapi diam-diam diimpikan ada). Menurut film ini, Suzuran ini udah semacam kandangnya remaja tawuran. Bahkan selama satu film, gak ada adegan murid-muridnya belajar. Yang ada, nongkrong sana sini, corat-coret piloks sana-sini, ngerokok pula. Guru? Satu-satunya alasan guru tidak jadi korban tawuran anak-anak adalah karena predikat mereka sebagai guru. Dari tahun ke tahun, selalu ada perebutan kekuasaan mutlak atas seluruh anak murid di Suzuran. Bahkan, ada aja remaja yang cukup ngide buat daftar ke Suzuran buat ngebuktiin kemampuannya gebuk orang lain. Yah intinya, kalo mau jadi manusia yang bermartabat dan berguna bagi masyarakat dibandingkan jadi tukang bogem, ya jangan ke sini.
Sampai pada film ini, penguasa (atau yang paling deket ke pangkat 'penguasa') Suzuran adalah Tamao Serizawa, antagonis utama film ini. Serizawa sudah menguasai sebagian besar dari Suzuran, dan juga punya paling banyak pengikut. Versi simpelnya, dia adalah yang paling mendekati sebagai raja anak-anak greget Suzuran. Padahal, postur dia gak segede anak-anak lainnya. Rada pendek gimana, gitu.
Semuanya berubah saat ada murid pindahan yang seangkatan sama Serizawa. Takiya Genji, anak Yakuza (wajar aja sih kalo Yakuza ngirim anaknya ke sekolah yang mendidik muridnya menjadi Yakuza). Genji pindah dengan mandat dari bokapnya (Yakuza, jelas) untuk menguasai Suzuran, suatu pencapaian yang tidak berhasil dicapai si bokap itu. Tapi TERNYATA *jengjengjeng* sebuah rintangan besar berdiri di hadapannya! Siapakah dia?
Tamao Serizawa, tolol.
Dan dimulailah petualangan Genji, dibantu oleh Ken Katagiri, untuk menjatuhkan Serizawa dan menguasai Suzuran. Gimana, sih, Genji ini, dia sampe berani buat ngadu dirinya, anak baru (tapi gak ingusan) melawan Serizawa yang sudah punya kekuatan bonafid di Suzuran?
ki-ka: Rindaman, Tokio, Serizawa, Bando, Izaki, Ken, Genji |
The Immorals
Genji adalah anak pemimpin Yakuza.
Itu kurang?
Genji sebagai protagonis tergambarkan sangat ambisius dan dalam beberapa adegan, arogan. Jelas, lu ngirim anak Yakuza ke sekolah isinya anak tawuran semua, gimana gak cocok? Meskipun dia berperan sebagai protagonis, peran yang dia jalani di film ini setara sama anti-hero. Ayolah, semua protagonis di semua film di semua jagat pasti baik-baik, atau minimal punya nilai moral, kan?
Genji ini pengecualian.
Ya, dia berusaha menggulingkan Serizawa. Ya, dia berusaha melawan tirani yang mengepalai semua golongan Suzuran. Tapi tujuan sebenarnya Genji bukan mengalahkan Serizawa. Melainkan jadi penguasa Suzuran. Dia sebenarnya gak peduli, sejauh mana dia bakal bertindak untuk menguasai Suzuran. Intinya, sebagai anak Yakuza, dia punya tingkat ego yang sangat tinggi. Bertindak berdasarkan insting, dan berani menghajar siapa saja yang dia anggap menghalanginya, bahkan teman sendiri.
Trus, Genji ini ada baik-baiknya gak, sih?
Genji, dibaliknya kesombongan tulennya, punya sisi agak baik. Misalnya egonya yang sangat tinggi membuat dia sangat setia kawan dengan teman-temannya. Dia (menurut gue) menganggap teman-temannya sama dengan dirinya. Kalo ada yang dihajar, dia menganggap dirinya yang dihajar, dan dia bisa nuntut dendam. Yah, interpretasi lain adalah dia gak pingin geng-nya kekurangan tenaga kerja. Kalo ada yang dihajar secara licik, berarti kekuatan geng-nya melemah, dan dia menganggap itu adalah kecurangan. Intinya (lagi), Genji adalah orang yang peduli dengan orang-orang yang dekat dengannya.
Bagaimana dengan Serizawa, antagonis yang semestinya jahat?
Serizawa punya anak dari segala karakter seorang antagonis: sombong. Ya mikir aja sih, sebelum Genji dateng, Serizawa udah di atas angin. Suzuran entar lagi udah punya dia. Trus ada si anak ingusan (pernyataan yang salah, buuung) ini dateng. Bisa apa dia? Mikir gitu kali, si Serizawa ini.
Tapi beda dengan Genji yang sangat ber-ego dan sangat temperamen, Serizawa sangat kalem. Serizawa kalem dalam arti ketika Genji udah mulai menarik perhatian dan menggalang kekuatan, dia gak panik. Dia pede dan yakin bahwa Genji ini, mau sebanyak berapapun orang yang berdiri di belakang dia, bakal kalah. Dia, menurut gue, adalah seorang good sport, tidak merendahkan Genji ketika si anak Yakuza ini berusaha melawan Serizawa.
Makin mirip dengan Genji adalah sifat Serizawa yang tidak segan. Dia gak segan menghajar orang yang dia anggap tidak sejalan dengan pikirannya, meskipun itu adalah temannya sendiri. Dia tidak segan menghajar orang yang menantangnya. Dia tidak segan membela temannya yang lebih lemah. Dia tidak segan membogem orang yang sembrono dan curang, meskipun-- ah sudahlah, intinya dia tidak segan.
Pada akhirnya, dua manusia utama tidak bermoral di film ini adalah dua sisi dalam satu koin. Makin deket lu ngeliat mereka berdua, mereka sebenarnya sangat mirip. Paling pertama adalah mirip dalam hal kemampuan mereka menjotos orang lain.
UUUUUURRRRREEEEEEAAAARRRRGGGHHHH!!!!!!!
Sayang sekali, gue gak sedang ngebahas pupuk urea disini.
Yang gue bahas adalah murid Suzuran teladan pasti tereak-tereak sebelum tarung. Ya kan biar semangat. Lagian, kalo senjata tarung lu adalah jotosan lu sendiri, masa lu letoy? Ntar lu tarung letoy juga. Ntar lu baru lima menit muka lu udah kekubur ke tanah.
Oh ya, tadi gue sebut pake jotosan?
Yep, beda dengan generasi ngawur yang kita sering liat di TV, di Crows Zero iki, mereka tawuran tanpa pake senjata dalam bentuk apapun. Yah, kecuali satu adegan tawuran, tapi itu gak termasuk tawuran, karena lawannya adalah geng motor. Ya namanya adu jotos antargeng. Tapi seriusan! Mereka disini bertarung hanya gebukan, jotosan, bogem-an, tendangan, dan tentu saja, teriakan yang bisa bikin lawan terkencing-kencing. Ya di sisi baik dari jenis tawuran yang anak-anak di TV praktikkan, mereka pinter, bisa berimprovisasi, barang sehari-hari (macam kaki kursi dan gear sepeda) bisa dijadiin senjata.
Jadi, terpenting di film ini adalah sebagaimana kuat jotosan lu terhadap muka lawan lu.
Dan apakah jotosan itu bisa sekuat sampai kerasa di luar layar? Jelas karena banyaknya adegan adu bogem di film ini, maka semua bogem-an yang melayang harus terasa, toh? Otherwise kita kira ini anak-anak Jepang lagi main tampar-tamparan. Ahh, kaya banci aja.
Bagusnya, film ini berhasil membuat tinju-tinju yang melayang kerasa.
Kayak, kalo ada kepalan tangan mendarat di muka, kita sampe ngerasa betapa sakitnya pukulan itu. Setiap kali kena, kayak, JDUAAAKK!! Mukul pake perasaan, gitu lho. Apalagi kalo udah adu jotos berjamaah. Gak tau kenapa, gue waktu nonton jadi semangat sampe rasanya mau ikut tawuran juga. Dan gak lupa, sambil teriak-teriak.
Di sisi koreografi, gak mungkin tertata ala The Raid 2. Ayolah, mau sekolah kurikulum tawuran juga muridnya kan bukan anak Karate semua! Yang ada adalah para murid tonjok sana tonjok sini, sampe orang yang ditonjokkin jatoh, tepar. Terutama para tokoh utama. Pokoknya tokoh figuran yang digebuk tokoh utama pasti kalah. Pasti. Kalo gak kalah, berarti figuran itu bukan figuran.
Again and again, menurut gue, meskipun terkesan berantakan dalam hal koreografi, it's a beautiful mess.
(+) - Tema yang dibawakan (pertarungan antarpelajar) dibawakan dengan ultra-greget.
- Musik yang membawakan suasana dengan baik.
- Karakter para tokoh terlihat diantara aura action yang tebal.
(-) - Protagonis yang terlalu antagonis.
- Adegan dramatis yang tidak mengharukan (saking machonya film ini).
- Kalo tidak hati-hati, film ini membawa pengaruh buruk ke generasi muda (nonton dulu, lahh).
NILAI: 87/100
Conclusion: Faktanya, Crows Zero berdasar manga Crows yang dibuat oleh Hiroshi Takahashi. Crows Zero adalah prekuel dari manga greget ini, dan menurut gue, membuat gue menjadi semi-tertarik terhadap cerita Crows sesungguhnya. Action yang ngebakar semangat penonton, cerita yang fresh, dan tokoh yang unik adalah alasan film ini bersinar. Dua kekurangan diatas? Sebenernya tidak memengaruhi mulusnya jalan film ini.
Until the next post, bungs! :D