Starring: -Pierre Coffin (Despicable Me) as (kurang lebih semua) Minions
- Sandra Bulog Bullock (Gravity, The Proposal) as Scarlet Overkill
- Jon Hamm (Mad Men) as Herb Overkill
- Michael Keaton (Batman, Birdman, Toy Story 3) as Walter Nelson
- Geoffrey Rush (Pirates of the Caribbean series, The King's Speech) as Narrator
Budget: $85 juta
Box Office (per 23 Juni 2015): $ 124,2 juta
Lama: 1 jam 31 menit
Genre: 3D computer-animated comedy
Rotten Tomatoes (per 6 Juli 2015): 75%
US Release: 10 Juli 2015 (cie belum keluar filmnya..)
Apa itu Despicable Me? Bagi gue 6 tahun yang lalu, film ini cuman film animasi anak-anak yang sesuai target penontonnya, kekanak-kanakkan. Dalam arti lain, gue mungkin gak nikmatin (padahal,6 tahun lalu, gue ya masih anak-anak), takutnya mengesankan cuman buat anak kecil doang.
Ternyata enggak.
Sure, sure, Despicable Me punya plot yang unik (melibatkan penjahat yang menjadi pahlawan), pesan yang heartwarming, dan character development yang bagus (terutama buat si Gru, protagonis film). Tapi toh, orang gak inget Despicable Me dari si botak yang mirip penguin Gru. Orang inget seri Despicable Me dari anak buah Gru yang gak karuan, kadang gak becus, tapi gak pernah berhenti bikin kagum.
Minions. Jujur, nama yang generik, tapi karakterisasi kentang-kentang kuning ini mengubah presepsi, mindset, dan pola pikir orang terhadap kata 'Minions' selamanya.
Makhluk-makhluk kentang ini adalah angin yang sejuk buat franchise Despicable Me. Penampilan mereka yang oenjoe unyu udah cukup buat bikin gue sebagai pemirsa terlecut buat nonton ini. Tapi charm mereka yang sesungguhnya adalah tingkah laku, pola bahasa, dan ulah mereka setiap kali layar lebar memejengkan mereka.
As a matter of fact, anak buah Gru ini adalah daya tarik utama dari franchise Despicable Me. Anggepannya, bukan Despicable Me namanya kalo gak melibatkan Minions. Jadinya, film spin-off ini adalah sebuah kepastian, dan kita akan berhadapan dengan film ini. Logikanya, spin-off berdasarkan tokoh terunyu yang bikin Despicable Me bagus bakal lebih bagus dari Despicable Me-nya, kan? Mereka kan faktor penjual franchise ini. Eh, ya nggak sih?
Will this flick prevail or epicly fail? We shall see...
As a matter of fact, anak buah Gru ini adalah daya tarik utama dari franchise Despicable Me. Anggepannya, bukan Despicable Me namanya kalo gak melibatkan Minions. Jadinya, film spin-off ini adalah sebuah kepastian, dan kita akan berhadapan dengan film ini. Logikanya, spin-off berdasarkan tokoh terunyu yang bikin Despicable Me bagus bakal lebih bagus dari Despicable Me-nya, kan? Mereka kan faktor penjual franchise ini. Eh, ya nggak sih?
Will this flick prevail or epicly fail? We shall see...
Overload of Minions?
Sebagai penggemar Minions (bukan Despicable Me secara keseluruhan, sayangnya), gue murni seneng waktu denger tentang keberadaan film ini. Satu film isinya cuman tentang makhluk-makhluk pil
Sampe akhirnya mendaratlah para Minions di Indonesia (dan lucunya, Minions nyasar ke Indonesia duluan sebelum mereka ini nyasar ke Amerika). Tetep aja gue seneng sih, tapi bersamaan mendarat juga satu hal yang gue takutin: apakah terlalu banyak Minions baik? Atau bisa berdampak buruk dan malahan memberikan kesan bahwa film seakan-akan mengeksploitasi secara habis-habisan unsur Minions ini, sehingga malah terkesan membosankan?
Pendapat orang berbeda-beda tentang hal ini, tapi gue punya pendapat sendiri di sini.
Mengingat ini film tentang makhluk-makhluk mbanyol ini, wajar-wajar aja kalo semua adegan melibatkan mereka, dan itu gak bakal dibilang eksploitasi Minions.
Ya ini film tentang mereka, ya nggak sih?
Perihal 'eksploitasi pol-polan unsur Minions' itu bukan masalah berapa kali Minions berulah di film. Tapi berapa lucu, tolol, konyol, dan menggelitik Minions berulah di film. Quality over Quantity.
Trus, gimana mereka di film ini?
Ini Pierre Coffin. Rada kaya' orang sini, ya? |
Gue perhatiin, banyak adegan Minions nyanyi di film ini. Gue sebagai penonton dua installment sebelumnya cukup terhibur (gak guling-guling) waktu liat mereka tarik suara. Secara keseluruhan, Minions nyanyi emang salah satu hal yang ditunggu di film ini, dan bagusnya, kita gak perlu terlalu banyak nungguin adegan mereka nyanyi di film ini, karena mereka nyanyi tergolong sering di film ini. Nice!
Perihal humor slapstick ala Minions yang gokil? Masih ada gak?
Menurut pengamatan gue, volum ketololan Minions padet di awal film. Tepatnya, montage tingkah laku mereka dengan majikan-majikan yang pernah mempekerjakan mereka (dan semuanya berakhir tragis). Seiring berjalannya film, Minions utama dalam film berkurang menjadi tiga, yaitu Kevin, Stuart, dan Bob. Nah, di daerah ini, tingkah laku pemancing ngakak mereka berkurang, dan (kurang lebih) digantikan dengan karakterisasi tiga Minion utama tadi, lewat nada, intonasi bicara (dengan bahasa hybrid Minionese mereka sendiri), dan ekspresi tiga orang ini. Sekali-kali sih diselingin dengan nasib kawanan besar Minions di saat trio Kevin, Stuart, dan Bob pergi. Percaya sama gue dalam hal ini, selingan ini adalah hal yang dihargain banget. Emang sih, trio Minion utama ada kelucu-lucuannya sendiri, tapi akhirnya, gue sadar satu hal: Minions are best served in busloads.
No Kill is Like Overkill!
Patut diperhatikan 2 (dua) tokoh utama Minions, tentunya selain para minions itu sendiri.
First is Scarlet Overkill.
Doesn't it feel so good to be bad? |
Scarlet terlihat cliche di atas kertas. Dia (menurut standar minions) menawan, dia bernada halus dan menggoda, dan dia tidak terlihat sangat mematikan. Cliche-nya femme fatale, ya nggak sih?
Fact is, Scarlet mungkin emang cantik (sekali lagi, menurut standar minions), tapi dia bukan tipe penggoda. Oke, suara dia emang rada menggoda, tapi dia bukan tipe perayu para pria. Dia bengis, sadis, dan modis. Sandra Bullock memberikan first impression yang nice tentang wanita ini.
Bukan berarti gak ada flaw-nya. Scarlet kadang-kadang kedengeran over-the-top dengan nadanya, sehingga, yah, gak enak didenger. Character backstory-nya juga rada gak jelas (ngerti sendiri lah, syarat utama jadi penjahat adalah backstory yang lebih jahat dari penjahatnya), sehingga gue susah nge-relate diri gue sendiri sama dia. Rasanya.. kita jadi gak terlalu peduli sama Scarlet ini. Sheesh.
Second is Herb Overkill.
Now, gue dengan senang hati menyatakan bahwa Herb sebenernya punya karakter yang nggak one-dimensional. Dia laid-back, obviously a genius, dan funky. Kontras yang bagus dari Scarlet, istrinya. Problem is, kalo udah ada istrinya, semua sifat ini seakan-akan kelelep di bawah bayang-bayang Scarlet.
Herb seakan-akan selalu setuju dengan Scarlet, bahkan meskipun itu berlawanan dengan sifat dirinya yang sesungguhnya. Karakter dia gak keliatan. Chemistry diantara mereka berdua juga ada di sini, cuman terkesan garing. Not amusing, at least to me.
Which brought me to my observation notes.
Herb punya sifat yang baik. Dia bisa menjadi kontras (dari warna baju aja udah kontras) bagi Scarlet. Keliatan dari semua interaksi dia dengan para minions, jelas dia gak memiliki unsur kebengisan, atau kalaupun ada, jauh di bawah Scarlet. Pun dia memperlakukan minions dengan lebih santai dari Scarlet.
Sayangnya, di samping penokohannya yang selalu berada di bayang-bayang Scarlet, ada satu lagi. Dialog Herb tidak semenarik penampilan, gaya, dan sikapnya. Gue gak tau bagaimana, tapi kata-kata Herb gak se-compelling istrinya, atau bahkan para minions itu sendiri. Padahal dia punya attitude yang enak di atas kertas. Malahan, dialognya mengingatkan gue sama Vector, antagonis Despicable Me. At least, dia gak ada seperempatnya ke-rese'-an Vector terhadap Gru. Astaga, @^#%^%#@^&@#% mati aja tu anak %@$$@#^&#@ !!!
Rated PG-13 for..
Minions gak punya alasan buat terus jadi serial animasi yang selalu kekanak-kanakkan. Dulu, ada tiga tokoh utama yang menyebabkan pil-pil kuning ini sangat kid-friendly. Margo, Edith, dan Agnes. Sekarang, tiga anak itu udah ilang, dan palin deket ke mereka bertiga adalah trio Kevin, Bob, dan Stuart. Scratch that, sebenernya cuman satu, yaitu Bob, yang paling muda dari mereka bertiga. Bob kurang lebih adalah satu-satunya tokoh anak utama di film ini.
Which brought me to this theory. Film Minions lebih dewasa daripada Despicable Me sebelumnya. Alasannya, mungkin selain theory di atas, adalah sineas Pierre Coffin dan Kyle Balda ingin membuat franchise Despicable Me lebih accessible untuk semua usia. Bukan cuma anak-anak, tapi untuk penonton yang lebih dewasa. Sure, Kalo tontonan kartun dewasa, gak ada yang menyaingi The Simpsons atau Family Guy, tapi para minions mampu menunjukkan sisi mereka yang nggak terlalu kekanak-kanakkan, meskipun nggak kurang ajar kayak dua kartun yang gue sebutin di atas.
Hal yang bagus, karena diantara banyaknya tingkah bocah para minion di film ini, ada juga maturing humor yang bisa bikin penonton yang lebih tua ngakak, tanpa harus nutupin mata anaknya yang duduk disampingnya di bioskop.
It's a good thing, actually.
(+) - Maturing jokes yang 'kena'.
- Mampu menarik penonton yang lebih dewasa.
- Humor para minion yang selalu fresh.
(-) - Karakter lain tidak mampu meng-compliment kelucuan minions.
- 3 minion utama terkesan terlalu 'sepi'.
NILAI: 88/100
KESIMPULAN: Bukti bahwa transisi sebuah serial anak-anak menuju serial yang bisa dinikmati orang dewasa bisa sukses. Sure, there are flaws here and there, macam tokoh samping yang gak seasik minion-nya, tapi overall, it's a fun-for-all-ages prequel to the Despicable Me franchise.
Until the next post, Bungs! :D
Minions gak punya alasan buat terus jadi serial animasi yang selalu kekanak-kanakkan. Dulu, ada tiga tokoh utama yang menyebabkan pil-pil kuning ini sangat kid-friendly. Margo, Edith, dan Agnes. Sekarang, tiga anak itu udah ilang, dan palin deket ke mereka bertiga adalah trio Kevin, Bob, dan Stuart. Scratch that, sebenernya cuman satu, yaitu Bob, yang paling muda dari mereka bertiga. Bob kurang lebih adalah satu-satunya tokoh anak utama di film ini.
Ini Bob. |
Hal yang bagus, karena diantara banyaknya tingkah bocah para minion di film ini, ada juga maturing humor yang bisa bikin penonton yang lebih tua ngakak, tanpa harus nutupin mata anaknya yang duduk disampingnya di bioskop.
It's a good thing, actually.
(+) - Maturing jokes yang 'kena'.
- Mampu menarik penonton yang lebih dewasa.
- Humor para minion yang selalu fresh.
(-) - Karakter lain tidak mampu meng-compliment kelucuan minions.
- 3 minion utama terkesan terlalu 'sepi'.
NILAI: 88/100
KESIMPULAN: Bukti bahwa transisi sebuah serial anak-anak menuju serial yang bisa dinikmati orang dewasa bisa sukses. Sure, there are flaws here and there, macam tokoh samping yang gak seasik minion-nya, tapi overall, it's a fun-for-all-ages prequel to the Despicable Me franchise.
Until the next post, Bungs! :D
No comments:
Post a Comment