Balik lagi ke urusan gue mengulas, ya apapun yang mau gue ulas di blog gue. Kali ini sedikit (secuil aja tepatnya) lebih serius dari blog yang gue udah post sebelum-sebelumnya. Film ya film mulu, game ya game mulu. Jujur, gue sendiri sedikit bosen. Ya nggak sampe bosen amet sih, tapi ya apalah hidup itu tanpa variasi?
Kali ini gue bakal ngebahas sebuah materi yang nggak ada asing-asingnya sama kehidupan persekolahan (dapet dari manaan tuh? Vicky Prasetyo?) di Indonesia. Yep. KURIKULUM 2013 dengan nama mangkal lain seperti KuTiLas dan K13. Kurang kerjaan amat, gue ngebahas beginian. Ya emang waktu gue nulis ini gue lagi nggak ada kerjaan, jadi gue gak bakal ngadu mulut. Gue punya alasan tersendiri buat nulis post ini. Gue sebagai seorang murid SMA punya pendapat sama Kurikulum ini, dan ya namanya juga pendapat, lu pada bisa selalu ngasitau gue pendapat lu pada. Gue, seekor seorang pelajar, sudah mengalami kurikulum ini selama dua tahun (mestinya, kalo perlu Pak Anies Baswedan langsung bubarin tahun pelajaran ini juga, tapi ya udah keburu jalan mau digimanain?).
Apa rasanya?
Sedikit backstory, dari sudut pandang gue K13 itu kayak perkuliahan. Bedanya lebih disesuaikan dengan status para pelajar sebagai, ya pelajar, bukan mahasiswa. Bukan lagi paket-paket pelajaran selama satu tahun dua semester. Bukan lagi kelas-kelas per tahun. Bukan lagi yang namanya tinggal kelas. Dan, bukan lagi cara belajar yang sama. Disini, siswa ketika masuk tahun ajaran baru diberikan sebundel paket SKS (Sistem Kredit Semester) selama enam semester, masing-masing semester enam bulan. Jadi ya, selama tiga tahun itu kita sebenernya mengikuti sebuah paket isinya berbagai mata pelajaran (untungnya yang wajar). Bukan paket-paket individual yang disediakan per tahun ajaran.
Penjurusan? Yah sekarang penjurusan namanya berganti menjadi peminatan. Garis bawahin namanya ganti, karena sebenernya gak ada bedanya antara peminatan dan penjurusan. Toh tetep aja lu masuk ke dalam MIA (alter ego dari IPA dengan nama lain Matematika dan Ilmu Alam), IIS (nama lain dari IPS, singkatannya Ilmu-Ilmu Sosial), dan IBB (gue gak tau ini ada sebelumnya atau gak, tapi adalah nama lain dari Bahasa, dan IBB ini adalah Ilmu Bahasa dan Budaya). Sesuatu yang unik dari tahun ini adalah bahkan anak MIA bisa punya Sejarah. Yep. Sejarah. Penjajahan Belanda, Jepang, Proklamasi, dan kaum-kaumnya. Atau anak IIS bisa punya Kimia. Oksigen, reaksi, tingkat keasaman dan sebagainya. Dari sini, kawan-kawanku, kita bisa lihat bahwa K13 mengurangi identitas daripada peminatan itu sendiri. Semuanya gara-gara? SKS. Bukan Sistem Kebut Semalam, ya.
Jadi SKS itu, seperti yang udah gue sebutin di atas, ngasih paket pelajaran buat TIGA TAHUN. Bukan TIGA DWIWULAN (Yah, itu satu semester). Satu SKS itu adalah satu kali pertemuan pelajaran. Dan satu kali itu adalah dua jam pelajaran. Awal kita masuk, kita udah dikasih beberapa SKS buat pelajaran-pelajaran yang kita dapatkan selama pembelajaran tiga tahun kita. At least, itu menurut pendapat gue. Sebagai contoh, gue dapet pelajaran Sejarah di kelas X gue. Terus, selanjutnya setelah peminatan, yaitu semester 2 kelas X, gue gak dapet Sejarah lagi. Berarti gue bakal terus ngehindarin Sejarah terus ya nggak, sih?
Nggak.
Anggeplah kita dapet paket pelajaran Sejarah sebanyak yah anggeplah 30 SKS. Lalu SKS ini didistribusikan ke dalam masa belajar-mengajar kita. Klo misalnya kuota Sejarah buat satu semester (misalnya 3 SKS, berarti tiga pertemuan per minggu) tidak sampai menghabiskan SKS Sejarah yang dkasih ke kita awal tahun itu, apa artinya? Haha tentu saja. Kita bakal dapet lagi Sejarah di semester berikutnya, Ya mau semester 2 kek, ato 3 kek, ato 6 kek (ya, kelas 3 SMA semester 2), sampe total SKS yang diberikan habis. Mungkin gue salah disini, bisa minta tolong pencerahan?
Trus gue bakal berhenti di sini?
Nggak. Ya nggak, sih?!
Selain dari SKS, juga ada perubahan dari konsep pembelajaran yang diberikan kepada kita protagonis dari petualangan kurikulum ini. K13 mengimbau murid untuk lebih rajin memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia di luar sekolah, dan lebih sedikit mengandalkan guru. Guru dulu sering memberikan penjelasan berupa materi, praktik, dan teori (mungkin gak ada bedanya sama materi kali ya). Sekarang? Guru lebih sering meletakkan dasar dari suatu topik pembelajaran, memberikan tugas yang berhubungan (paling sering presentasi), dan siswa mencari sendiri di rumah. Pembelajaran yang didapatkan disini lebih sering dari internet. Mandiri itu bagus, ya nggak, sih?
Tidak. *JREEEENG*
Jujur, konsep yang diberikan oleh kurikulum ini bagus. Ya minimal kalo gak bagus, gak bakal dijadiin konsep dasar kurikulum, toh? Yang gue permasalahin disini adalah pelaksanaannya. Dengan lu berusaha menjadikan murid mandiri, berarti lu bisa membuat mereka betul-betul terlepas dari peran seorang guru, gitu? Mereka bisa cari materi sendiri? Belajar sendiri?
Trus buat apa sekolah?
Dari sini sih, lu keliatannya dateng ke sekolah cuman buat terima KD (Kompetensi Dasar, ya kayak tujuan lu belajar sebuah materi), trus pulang. Lah, kan, peran guru dikurangin. Gak boleh sering-sering ngejelasin. Lu seringnya cari bahan di rumah, ato kalo gak di sumber-sumber lain dah. Apalagi gue juga mempertanyakan buku cetak. Gue perhatiin, buku cetak adalah salah satu sarana yang jarang dipake di kurikulum ini. Sering banget dibagiin, tapi akhirnya gak dipake. Diliat dari isinya, yah kita bahkan disuruh memperkaya pengetahuan dengan tugas-tugas. Buku cetak bro, bayangin! Tujuan kita ke ssekolah yang paling penting buat kita adalah bertemu dengan teman-teman tercinta.
Gila, gue nggak nyangka bisa setajem ini ngomongnya. Tapi, yah beginilah presentasi dari kurikulum kita. First Impression adalah penentu penilaian orang terhadap produk lu. Kalo jelek, ya berarti pendapat orang ke produk lu keselanjutnya udah negatif, dan itu berarti lebih banyak lagi usaha lu buat bikin pendapat dia berubah. Dan, ya begitulah sebenernya K13 ini. Banyak hal yang harus diperlurus, kata gue. Dan transisi dari kurikulum sebelumnya juga harus mulus dan lancar, sehingga orang bisa menerima perubahan dengan baik.
Yang paling gue ngerti adalah SP (Semester Pendek). Beda dengan tahun lalu, kalo misalnya ada mata pelajaran yang lu kurang beruntung dan gak lewat KKM, maka ya move on aja, yang penting gak bikin lu tinggal kelas. Seakan-akan pelajaran yang lu kurang beruntung itu dibiarkan aja. Yang penting pelajaran-pelajaran lainnya bisa buat nutupin kekurangan lu di pelajaran tersebut.
Sekarang?
Ya SP itu. Per semester pasti ada pelajaran-pelajaran. Dan pelajaran-pelajaran itu memiliki kuota SKS per semesternya. Kalo terjadi sebuah kesalahan dan lu gak lulus KKM dari pelajaran itu, apa yang akan terjadi? Ya lu bakal ngikutin, anggeplah, versi compact dari pelajaran itu di semester berikutnya. Biar akhirnya bisa bikin nilai pelajaran lu lulus akhirnya. Versi compact ini disajikan dalam bentuk yang lebih pendek dari pelajaran yang udah lu ikutin selama satu semester, menjadi satu periode yaitu tiga bulan. Kapan aja lu jalaninnya? Setelah jam pelajaran sekolah, kalo di tempat gue sih jam ekstra. Perlakuannya sama nggak? SP dihitung sebagai jam intra, jadi lu bolos ikut SP udah kayak lu bolos sekolah. Berapa kali? Ya liat aja kuota SKS buat pelajaran itu di semester saat ada mata pelajaran itu. Misalnya Kimia di semester 3 memiliki 2 SKS (seperti yang gue bilang sebelumnya, 2 pertemuan per minggu). Dan, terjadi insiden dan akhirnya lu kena SP Kimia. Berapa kali lu harus pergi ke SP? Ya 2 SKS itu. 2 kali per minggu.
Dari sisi gue, ini adalah sistem yang bagus, karena membuat orang menjadi lebih peduli sama pelajaran-pelajaran yang mereka terima. Biar gak kena SP. Lu repot, dompet lu ya repot, dan lu nya juga nggak enak. Dan, ini juga merupakan sarana yang baik bagi penguji tingkat kepahaman siswa terhadap materi-materi dari mata pelajaran. Sisi lain, ini membuat banyak waktu (yang katanya buat memperkaya materi) terbuang. Apalagi SP yang udah asli eman nilainya. Misalnya SP Kimia gara nilai rapot besarnya 74, dengan KKM 75. Bisa aja itu gara-gara guru mapelnya salah ketik angkanya, kan?
Balik lagi ke konsep dasar dari K13 ini. Dengan adanya pelaksanaan konsep yang belum sempurna, gimana caranya biar, yah minimal berkurang ketidaksempurnaannya? Pendapat gue mengenai hal ini adalah keseimbangan antara murid mencari dan guru menjelaskan. Murid mencari sendiri cenderung pada murid tersesat dalam pencariannya agar sesuai dengan materi. Dari website resmi terlalu sedikit, dari website seperti tempat gue post ini gak selalu bener (kayak post ini sendiri aja belum tentu semuanya bener kan?). Fungsi guru dalam hal ini adalah mengarahkan murid agar tidak sesungguhnya tersesat dalam pencarianmenuju harta karun materi yang bisa memperkaya pengetahuan mereka. Bukan cuma bilang bahwa Blog, Wordpress, dan kaum-kaumnya menyesatkan. Minimal dengan kita yang udah gede ini udah tau begituan. Guru menurut saya memberikan referensi (yang terpercaya tentunya) sebagai panduan terhadap materi tersebut. Biar minimal siswa lebih ngerti, gitu loh. Juga jangan semua materi ulangan berasal dari buku cetak, atau malahan semuanya berasal dari sumber luar.
Kenapa guru memberikan panduan sesungguhnya terhadap pencarian materi luar? Karena materi ulangan aja bisa beda dengan buku paket sebagai sumber tepercaya bahan ulangan, apalagi dengan bejibun situs-situs online yang ada di luar sana. Kan kunci jawaban dari ulangan guru yang tahu, bukan internet. Jawaban yang benar dari internet belum tentu jawaban yang benar menurut gurunya. Guru juga ikut mencari materi luar, agar juga bisa ngerti referensi-referensi yang dipunyai oleh murid.
Mungkin kata-katanya bisa nambah, tapi segini lah dulu. Otak lagi rada mandek sekarang. Kasih opini boleh, lah.
Until the next post, bungs!
Jadi SKS itu, seperti yang udah gue sebutin di atas, ngasih paket pelajaran buat TIGA TAHUN. Bukan TIGA DWIWULAN (Yah, itu satu semester). Satu SKS itu adalah satu kali pertemuan pelajaran. Dan satu kali itu adalah dua jam pelajaran. Awal kita masuk, kita udah dikasih beberapa SKS buat pelajaran-pelajaran yang kita dapatkan selama pembelajaran tiga tahun kita. At least, itu menurut pendapat gue. Sebagai contoh, gue dapet pelajaran Sejarah di kelas X gue. Terus, selanjutnya setelah peminatan, yaitu semester 2 kelas X, gue gak dapet Sejarah lagi. Berarti gue bakal terus ngehindarin Sejarah terus ya nggak, sih?
Nggak.
Anggeplah kita dapet paket pelajaran Sejarah sebanyak yah anggeplah 30 SKS. Lalu SKS ini didistribusikan ke dalam masa belajar-mengajar kita. Klo misalnya kuota Sejarah buat satu semester (misalnya 3 SKS, berarti tiga pertemuan per minggu) tidak sampai menghabiskan SKS Sejarah yang dkasih ke kita awal tahun itu, apa artinya? Haha tentu saja. Kita bakal dapet lagi Sejarah di semester berikutnya, Ya mau semester 2 kek, ato 3 kek, ato 6 kek (ya, kelas 3 SMA semester 2), sampe total SKS yang diberikan habis. Mungkin gue salah disini, bisa minta tolong pencerahan?
Trus gue bakal berhenti di sini?
Nggak. Ya nggak, sih?!
Selain dari SKS, juga ada perubahan dari konsep pembelajaran yang diberikan kepada kita protagonis dari petualangan kurikulum ini. K13 mengimbau murid untuk lebih rajin memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia di luar sekolah, dan lebih sedikit mengandalkan guru. Guru dulu sering memberikan penjelasan berupa materi, praktik, dan teori (mungkin gak ada bedanya sama materi kali ya). Sekarang? Guru lebih sering meletakkan dasar dari suatu topik pembelajaran, memberikan tugas yang berhubungan (paling sering presentasi), dan siswa mencari sendiri di rumah. Pembelajaran yang didapatkan disini lebih sering dari internet. Mandiri itu bagus, ya nggak, sih?
Tidak. *JREEEENG*
Jujur, konsep yang diberikan oleh kurikulum ini bagus. Ya minimal kalo gak bagus, gak bakal dijadiin konsep dasar kurikulum, toh? Yang gue permasalahin disini adalah pelaksanaannya. Dengan lu berusaha menjadikan murid mandiri, berarti lu bisa membuat mereka betul-betul terlepas dari peran seorang guru, gitu? Mereka bisa cari materi sendiri? Belajar sendiri?
Trus buat apa sekolah?
Dari sini sih, lu keliatannya dateng ke sekolah cuman buat terima KD (Kompetensi Dasar, ya kayak tujuan lu belajar sebuah materi), trus pulang. Lah, kan, peran guru dikurangin. Gak boleh sering-sering ngejelasin. Lu seringnya cari bahan di rumah, ato kalo gak di sumber-sumber lain dah. Apalagi gue juga mempertanyakan buku cetak. Gue perhatiin, buku cetak adalah salah satu sarana yang jarang dipake di kurikulum ini. Sering banget dibagiin, tapi akhirnya gak dipake. Diliat dari isinya, yah kita bahkan disuruh memperkaya pengetahuan dengan tugas-tugas. Buku cetak bro, bayangin! Tujuan kita ke ssekolah yang paling penting buat kita adalah bertemu dengan teman-teman tercinta.
Gila, gue nggak nyangka bisa setajem ini ngomongnya. Tapi, yah beginilah presentasi dari kurikulum kita. First Impression adalah penentu penilaian orang terhadap produk lu. Kalo jelek, ya berarti pendapat orang ke produk lu keselanjutnya udah negatif, dan itu berarti lebih banyak lagi usaha lu buat bikin pendapat dia berubah. Dan, ya begitulah sebenernya K13 ini. Banyak hal yang harus diperlurus, kata gue. Dan transisi dari kurikulum sebelumnya juga harus mulus dan lancar, sehingga orang bisa menerima perubahan dengan baik.
Yang paling gue ngerti adalah SP (Semester Pendek). Beda dengan tahun lalu, kalo misalnya ada mata pelajaran yang lu kurang beruntung dan gak lewat KKM, maka ya move on aja, yang penting gak bikin lu tinggal kelas. Seakan-akan pelajaran yang lu kurang beruntung itu dibiarkan aja. Yang penting pelajaran-pelajaran lainnya bisa buat nutupin kekurangan lu di pelajaran tersebut.
Sekarang?
Ya SP itu. Per semester pasti ada pelajaran-pelajaran. Dan pelajaran-pelajaran itu memiliki kuota SKS per semesternya. Kalo terjadi sebuah kesalahan dan lu gak lulus KKM dari pelajaran itu, apa yang akan terjadi? Ya lu bakal ngikutin, anggeplah, versi compact dari pelajaran itu di semester berikutnya. Biar akhirnya bisa bikin nilai pelajaran lu lulus akhirnya. Versi compact ini disajikan dalam bentuk yang lebih pendek dari pelajaran yang udah lu ikutin selama satu semester, menjadi satu periode yaitu tiga bulan. Kapan aja lu jalaninnya? Setelah jam pelajaran sekolah, kalo di tempat gue sih jam ekstra. Perlakuannya sama nggak? SP dihitung sebagai jam intra, jadi lu bolos ikut SP udah kayak lu bolos sekolah. Berapa kali? Ya liat aja kuota SKS buat pelajaran itu di semester saat ada mata pelajaran itu. Misalnya Kimia di semester 3 memiliki 2 SKS (seperti yang gue bilang sebelumnya, 2 pertemuan per minggu). Dan, terjadi insiden dan akhirnya lu kena SP Kimia. Berapa kali lu harus pergi ke SP? Ya 2 SKS itu. 2 kali per minggu.
Dari sisi gue, ini adalah sistem yang bagus, karena membuat orang menjadi lebih peduli sama pelajaran-pelajaran yang mereka terima. Biar gak kena SP. Lu repot, dompet lu ya repot, dan lu nya juga nggak enak. Dan, ini juga merupakan sarana yang baik bagi penguji tingkat kepahaman siswa terhadap materi-materi dari mata pelajaran. Sisi lain, ini membuat banyak waktu (yang katanya buat memperkaya materi) terbuang. Apalagi SP yang udah asli eman nilainya. Misalnya SP Kimia gara nilai rapot besarnya 74, dengan KKM 75. Bisa aja itu gara-gara guru mapelnya salah ketik angkanya, kan?
Balik lagi ke konsep dasar dari K13 ini. Dengan adanya pelaksanaan konsep yang belum sempurna, gimana caranya biar, yah minimal berkurang ketidaksempurnaannya? Pendapat gue mengenai hal ini adalah keseimbangan antara murid mencari dan guru menjelaskan. Murid mencari sendiri cenderung pada murid tersesat dalam pencariannya agar sesuai dengan materi. Dari website resmi terlalu sedikit, dari website seperti tempat gue post ini gak selalu bener (kayak post ini sendiri aja belum tentu semuanya bener kan?). Fungsi guru dalam hal ini adalah mengarahkan murid agar tidak sesungguhnya tersesat dalam pencarian
Kenapa guru memberikan panduan sesungguhnya terhadap pencarian materi luar? Karena materi ulangan aja bisa beda dengan buku paket sebagai sumber tepercaya bahan ulangan, apalagi dengan bejibun situs-situs online yang ada di luar sana. Kan kunci jawaban dari ulangan guru yang tahu, bukan internet. Jawaban yang benar dari internet belum tentu jawaban yang benar menurut gurunya. Guru juga ikut mencari materi luar, agar juga bisa ngerti referensi-referensi yang dipunyai oleh murid.
Mungkin kata-katanya bisa nambah, tapi segini lah dulu. Otak lagi rada mandek sekarang. Kasih opini boleh, lah.
Until the next post, bungs!
No comments:
Post a Comment