Thursday, January 22, 2015

THIS IS NOT A REVIEW: The Maze Runner.

Starring: - Dylan O'Brien (Teen Wolf) sebagai Thomas
             -  Kaya Scodelario (Clash of the Titans, coba cari dia dah di filem tu) sebagai Teresa
             - Thomas Sangster (Nanny McPhee) sebagai Newt
             - Aml Ameen (CSI: Miami satu episode tok) sebagai Alby
      - Ki Hong Lee (The Nine Lives of Chloe King) sebagai Minho, mungkin personil SNSD Sista Suju SM Town, tapi mungkin juga gue ngawur *pentung dia!!*
Budget: 34 juta US Dollar
Box Office: angka-diatas-dikalikan-10 US Dollar.
Genre: Sci-fi Dystopian Action Thriller

Familiar dengan nama-nama diatas? Yep, jujur, gak ada yang gue kenal dari orang-orang ini. Dan mirisnya, orang-orang ini beserta peran-peran mereka adalah para tokoh utama. Miris? Apaan? Gue mau dipentung lagi nih? 
Kita udah terlalu banyak disuguhkan terhadap film berasal dari novel. Kita semua tau Harry Potter 1-7 yang berakhir tahun 2011. Jadi sayangnya trio Harry, Ron, Hermione beserta si pesek Voldemort cuman beredar sampe 2011. Lalu ada juga the Twilight Saga yang untungnya berakhir setahun kemudian. Belum lagi novel-novel lokal seperti yang gue bahas di blog sebelumnya, Mimpi Sejuta Dollar, atau adaptasi layar lebar dari novel-novel gokil Raditya Dika. Hah, seakan-akan para pembuat film mencari-cari novel-novel sebagai skrip film yang bahkan belum direncanakan. Bentar. Tadi gue bilang untungnya? UNTUNGNYA? Haah, siap-siap dibogemin gue. 
Betul bahwa tidak semua adaptasi novel ke film, seperti yang gue bilang sebelumnya, berhasil sama seperti tidak semuanya gagal. Gue udh nyebut Harry Potter sebagai yang berhasil, dan Twilight sebagai yang gagal. Tambahan satu, yaitu Percy Jackson and the Olympians (baru dua filem nih ceritanya) yang berada di tengah keduanya. 
Gue baru aja keluar dari bioskop, baru kelar nonton film Jobs (2013), film ceritanya tentang, ya si Steve Jobs, pembuat Apple yang bikin Mac, iPad, iPhone, dan i-i lainnya. Gue keluar dan liat poster film ini: The Maze Runner dengan slogan Apapun Makanannya Minumnya Teh Botol Sosro Get Ready to Run. Keliatannya keren, dan gue langsung nebak ini pasti dari novel juga. Novel yang gue denger aja belum pernah, nyentuh aja gorong, baca apalagi. Setahun kemudian, gue akhirnya melihat secara nyata film tersebut.
Reaksi gue?

The Truth is Inside
Segera setelah gue nonton, gue baca novelnya. Maklum, setelah filmnya keluar, novelnya pun juga langsung menampakkan diri di toko buku. Gue samber tu buku beserta sekuelnya The Scorch Trials. Gue baca, dan jujur, film ini melenceng dari novelnya. Berbeda halnya dengan Merry Riana yang menambahkan berbagai unsur ke dalam film, di Maze Runner malahan banyak unsur dari novel yang dihilangkan. Contoh paling terlihat adalah karakterisasi dari tokoh-tokoh dalam film dan novel. Di novel, para remaja lelaki (seperti halnya laki-laki yang wajar) rata-rata memiliki watak yang keras. Mereka tidak segan untuk mengatai sesama mereka, mau salah ato enggak. Udah setara sama bahasa gaul sehari-hari. Di film, mereka masih keras, dengan perbedaan yang terlihat yaitu mereka lebih terbuka dan lebih sopan, terutama terhadap Thomas si tokoh utama. Minimal mereka masih solid, setia kawan,  atau semacamnya, lah. 
 Itu adalah satu dari bejibunnya perbedaan dari novel dan filmnya. Seenggaknya, lu gak harus baca satu novel buat tau yang tadi gue uraiin dengan tidak lengkap. Apakah menurut gue, pelecehan pelencengan dari novel membuat film ini buruk? 
Menurut gue, tidak. Bayangkan film harus benar-benar setia kepada novel, maka betapa rumit, kasar, dan panjangnya film itu. Peristiwa-peristiwa yang ada di novel dihilangkan di film dan diganti dengan yang lebih sederhana di film. Event-event yang menjadi titik penentu di novel (terutama kesintingan Thomas  yang mau mengorbankan (gak mati ya) dirinya untuk menyelamatkan temannya) tidak dihilangkan, tapi banyak sekali perubahannya. Jujur, di novel emang lebih seru dan mengesankan, tapi kata sifat seru dan mengesankan sukses diadaptasikan dengan cara yang berbeda di film. 

The Glide of the Gladers
Gladers, para kaum Adam sebagai GPS-nya Genji di Crows Zero, atau Expendables-nya Barnie di, yah, Expendables. Mereka berperan sebagai teman seperjuangan Thomas si tokoh utama dalam daerah Glade, dimana mereka, ehm, diletakkan (kek kursi aja) dan dikumpulkan. Disini mereka harus saling bekerja sama, membuat sebuah komunitas, dan bergerak sebagai sebuah kesatuan, kalo gak mau mati. Jelas Gladers bukan cuma lima orang yang gue sebutin di atas. Gue mau ngebahas gladers secara umum, dan gue mau ngebahas seberapa mulus mereka melayang (gliding) di kalangan para penonton, pembaca atau bukan. 
Menurut gue, para Gladers terbagi menjadi dua species jenis. Tokoh utama, dan selebihnya. Selebihnya memang bukan merupakan orang-orang yang terperhatikan dalam film, tapi mereka bak pahlawan tak bernama. Mereka berperan sebagai penyemangat, motor, dan bumbu dari atmosfer peristiwa dalam film. Peramai, istilahnya.
Para tokoh utama?
Alby diperankan oleh Aml Ameen, pemimpin para Glader (bukan Aml-nya, tapi Alby-nya). Alby disini digambarkan jauh lebih ramah dan lebih berjiwa kepemimpinan dibandingkan dengan di novel. Bayangin aja, di novel si Choi Minho bahkan meremehkan kemampuan memimpin Alby. Di film? Yah, keliatannya seperti klise pemimpin baik yang berwibawa dan membumi, layaknya Jokowi (salam dua jari! Yang dukung KMP jangan gebukin gue ya!). 
Thomas Brodie-Sangster (maafkan ketidaklengkapan nama diatas) memerankan Newt. Newt disini adalah bawahan Alby, dan wakil pemimpin dari para Gladers. Newt benar-benar seperti di novel, yaitu alternatif yang lebih ramah (namun bukan berarti tidak pernah marah) dari Alby. Bahkan atribut kecil seperti logat Inggrisnya yang kental di novel dibawa ke dalam film. Maklum, Sangster adalah kelahiran Inggris tulen (kurang lebih seperti para aktor lainnya). 
Thomas si tokoh utama diperankan oleh Dylan O'Brien. Kemampuan peran dari O'Brien memang banyak bebannya. Maklum, dengan memerankan protagonis Thomas, dia sudah punya gelar setara Daniel Radcliffe (Harry Potter), Jennifer Lawrence (Katniss Everdeen), Logan Lerman (Percy Jackson), dan Kristen Stewart (Bella Swan). Meskipun nama terakhir tidak terlalu-- okey, gue rem karena tahu bakal dipentungin klo lanjutin. O'Brien membawakan, secara mengagetkan, Thomas dengan baik, seperti di novel. Thomas di novel adalah sosok yang pemberani, revolusioner, dan tidak takut ambil resiko. Sama kayak di film. Karisma O'Brien membuat Thomas menjadi setara dengan protagonis novel anak muda lainnya. 
Secara singkat, Gally (Will Poulter) adalah individu yang rese' meskipun tidak serese' novelnya. Chuck (Blake Cooper) sebagai teman pertama Thomas di Glade, dibawakan dengan kesan yang innocent dan sweet. Sedikit berbeda dengan novel yang menggambarkan dia usil, nakal, namun optimistis. 
Tokoh lain, Choi (seriusan, nongol terus) Minho diperankan oleh Ki Hong Lee. Peran Minho vital dalam film, namun karakter dia tidak terlalu ditunjukkan, karena Minho memang tipe karakter dengan banyak aksi dan sedikit interaksi, meskipun kebanyakan dengan Thomas si protagonis. Yang paling terlihat adalah keberaniannya dan sikapnya yang tidak banyak kompromi. Di novel dan film, dia udh setara sama deuteragonis setelah pertengahan cerita.
Teresa, satu-satunya cewek di Glade (gue sempet kira para cowok bakal memperlakukan dia dengan, yah, begitulah) diperankan oleh Kaya Scodelario. Secara bersamaan sama dan beda dengan kebanyakkan tokoh wanita di novel-novel remaja. Tangguh. Perbedaannya adalah dia tidak terlalu mengalami gejolak mental atau kegalauan terhadap masalah yang dihadapi di film. Istilahnya langsung hajar gak pake mikir (gak goblok ya). Dan, sayangnya, di film hubungannya dengan Thomas tidak seistimewa di novel. Chemistry diantara keduanya memang ada, namun tidak spesial. Penjelasan gue buat hal ini adalah, kita gak butuh cerita romansa lagi di film beginian, kan?

The Running Men
Bukan serial gameshow dari Korea, tapi, yah tema yang dibawakan dalam film ini. Dan nggak, gue janji gue gak bakal kebablasan sama nama Choi Minho lagi. Aaiisshh, tadi beneran kebablasan, kan.
Makin banyak gue nonton ni film, makin gue ngerasa betapa sedikitnya adegan yang mendeskripsikan judul The Maze Runner. Ya, lari-lari di Maze yang mengitari Glade. 
Lagi-lagi, emang sedikit juga sih di novelnya, jadi gue maklumin. Jujur, pelencengan dari novelnya udah banyak, dan untungnya ini gak dimiringin sekalian. Dan, adegan-adegan aksi dalam Maze penuh dengan kejutan dan suspensi, sehingga terjamin bahwa gak ada kata bosen ketika melihat adegan lari-larian dalam Maze. 
Memang gak semua, tapi film ini nampaknya (meskipun mungkin gak nyadar, apalagi tahu) mengedepankan kualitas dibandingkan dengan kuantitas. Dan adegan aksi lainnya yang tidak bertempat dalam Maze juga memiliki pernik mantepnya sendiri. Emang gak ada yang lebih asik daripada di Maze, tapi pengarahan film ini membuat adegan seru menjadi seseru kata sifatnya. 

NILAI: 88/100

(+) - Pemeranan yang membuat tokoh lebih disukai daripada di novelnya
     - Semua adegan aksi dimaksimalkan sehingga menjadi seru
     - Tema sense of survival yang berhasil dibawakan
(-) - Chemistry antara Thomas dan Teresa tidak terlalu menarik
    - Banyaknya pelencengan dari novelnya
    - Selain Glader yang disebutkan, Glader lain terasa hanya sebagai pajangan

Conclusion (pertama kalinya gue taro di blog gue): Film ini adalah start yang bagus terhadap franchise the Maze Runner. Seandainya film selanjutnya lebih setia pada novel (gue udh baca The Scorch Trials, dan percaya, banyak yang gak boleh diilangin), maka The Maze Runner akan menjadi franchise adaptasi novel remaja yang disegani oleh kaum pembaca atau bukan. 

Until the next post, bungs!

No comments:

Post a Comment

SEE YA LATER SPACE COWBOY: Sebuah Update (lagi).

Hey, you. You're finally awake! You're trying to find a new post on this blog, right? Then found nothing, just like the rest of us ...