Lagi.
Lagi?
Lagian, dia yang minta.
Dan buat yang kali ini, dia minta secara personal dan pribadi ke gue, "Pokok'e lek kon kate nulis part 2 jok aneh-aneh lho Mo!" Menurut bahasa Indonesia yang baik dan benar (yang jelas tidak dia tuturkan dalam pernyataan barusan), dia bilang ke gue, "Pokoknya kalau kamu mau menulis part 2 jangan aneh-aneh ya Mo!"
Oke dah Ven, gue bakal berusaha buat gak nulis yang aneh-aneh. Tapi patut diingat, the truth is sometimes weirder than the fiction.
Balik lagi ke post yang sebelumnya, gue bilang kalo, entah gue ini sangat beruntung atau sangat apes, gue, di kelas 12 ini, sekelas lagi sama Vena. Gue pun punya alasan yang kuat untuk masing-masing dua pernyataan tersebut.
Kenapa gue bisa dibilang beruntung:
Di kelas yang baru ini, mengingat ada kurang lebih 250-an anak jurusan peminatan MIA (Matematika dan Ilmu Alam), kemungkinan ada kurang lebih 200-an anak yang kita gak pernah sekelas sebelumnya. Ada lagi kemungkinan 100-an dari anak-anak itu kita gak pernah kenal. Kalo tau sih, bisa aja (anggep aja, kita tau anak itu ranking 1 satu angkatan).
Tapi kenal? Not really sure about that.
Dan pas gue masuk ke kelas, ya campur aduk, jelas.
Ada anak yang gue gak kenal (tapi tau), ada anak yang gue gak kenal apalagi tau, ada anak yang gue kenal tapi gak deket, dan ada anak yang gue kenal dan dulu-deket-tapi-sekarang-udah-gak-terlalu-deket-lagi.
Si Vena ini?
Dia masuk ke kategori "anak yang gue terlalu kenal".
Ehh, baguslah, diantara muka-muka asing ini, seengaknya ada orang yang gue kenal. Dan bagusnya lagi, gue pernah bilang kan, dia sangat bisa diandalkan? Ya dalam contekan tugas, pe-er, dan bantuan dalam menghadapi ulangan.
Lagian, mengingat tingkah-tingkah DORAEMON-ish dia pas kelas 11, gue hampir bisa pastiin itu bakal balik lagi di kelas 12. Biar gak bosen lah, seenggaknya.
Kenapa gue bisa dibilang apes:
Apes-apesnya gue disebabkan oleh tingkat intelegensi yang dimiliki oleh Vena ini. Seperti yang kita semua tau, dia ini anaknya rajin. Udah rajin, pinter pula. Lha gue? Masih bagus gue gak SP. Seengaknya, dengan status semacam goblok beginian, gak terlalu banyak yang mintain pe-er gue. Ya nggak, Ven?
Intinya, dengan keberadaan seorang Vena, gue yang gak terlalu pinter ini malah makin keliatan gak pinter. Ya jelas, seperti perumpamaan yang pernah gue kumandangkan, kalo gue dapet 75, dia dapet 90... dan seterusnya. Sudahlah, terlalu miris.
***
As I was saying, semakin lama gue kenal sama ni anak satu, makin banyak lagi yang terkuak mengenai dirinya. Dan gue kira Vena yang gue kenal pas kelas 11 itu udah mengundang kata 'astaga', ternyata Vena pas kelas 12 bisa menarik kata 'astaganagabonar'.
Seperti misalnya, she is a Belieber.
Pas gue melakukan tindakan konfrontasi ke dia mengenai hal ini, dia selalu mengganti kata 'is' menjadi 'was'. Dengan tergantinya kata krusial itu, pernyataan diatas menjadi 'she was a Belieber". Terjemahan: Dulunya dia seorang penggemar JB. Gue membuat pernyataan yang berkontradiksi dengan pernyataannya si Vena: Dia masih seorang penggemar JB.
Mulai aja dari yang paling simpel, yaitu betapa semangatnya dia ketika mendengar kata 'Justin Bieber'. Apalagi baru-baru ini, mengingat kedua lagu "Maksud Kamu Apaan sih" dan "Maaf" lagi panas-panasnya. Gara-gara dua lagu tersebut, si JB langsung terkenal lagi, dan otomatis, dia jadi lebih sering dibicarain. Otomatis, ya nama dia lebih sering disebut.
Pernah pas gue sama anak-anak lagi bahas lagu "Maaf" (ato "Nih Gue Tunjukin", gue lupa juga), ter-mention-lah nama JB dan tiba-tiba, turun dari langit mana juga gak ngerti, Vena nimbrung, "JB apaan? JB apaan? Tadi aku denger nama JB deh perasaan..." Anggep aja, fungsi telinga menjadi 1000x lebih tajam saat mendengar keyword 'Justin' dan 'Bieber'.
Sampe yang rada rumit dikit, kek betapa luasnya wawasannya mengenai lagu-lagu JB. Tipe-tipe gue sih taunya yang paling awal, "Bayi" (memenangkan penghargaan 'video dengan rasio dislike terbanyak di YouTube'), sampe yang lebih baru, "Maksud Kamu Apaan sih". Vena ini, dia tau yang terkenal banget kek "Bayi", sampe yang bisa memancing reaksi "itu lagunya dia?" kek "Mana Lu Sekarang". Untuk seseorang yang sudah bukan penggemar JB, dia masih rajin banget ngikutin ya. Gue jadi dia sih, udah semacam 'bodo amat' lah ya.
Kek misalnya dulu, gue ini penggemar Phineas and Ferb. Cerita seru, tokoh-tokoh nyentrik dan menarik, pembawaan beda dari kartun anak-anak kebanyakan, gue suka. Sampe gue donlotin lagu-lagu Phineas and Ferb. Sampe orang kalo denger lagu gue, mereka mikir, "sumpah, MKKB banget ni anak." Sekarang, gue udah gede, tontonan gue jelas udah bukan Disney Channel lagi. Gue sekarang udah gak tau, apa liburan musim panas Phineas and Ferb udah kelar atau belum. Kebanyakkan episode-nya.
As of Vena, untuk seseorang yang udah bukan penggemar, jelas dia sangat peka dan pakar terhadap perkembangan JB. Ya biasanya mantan penggemar gak terlalu peduli lagi sama mantan idola mereka, toh?
Sangat mencurigakan...
***
One last thing kawan.
Vena is a gamer.
Gak kayak pernyataan sebelumnya (yang mana dia sangkal), kalo yang ini dia gak masalah. Pangkat ini dia sandang dengan bangga, malahan. Tiap kali gue tanyain, musti dia jawab dengan nada seorang pemenang, "Mo, aku sekarang udah main _______ (taro nama game) lho!" Trus gue mikir, gini toh jadinya kalo anak non-gamer memasuki dunia game untuk pertama kalinya. Bahagia banget. Bosen ya, idup kalo gak ada game?
Sebenernya dari kelas 11 udah deres tingkat main game-nya, tapi pas kelas 12 (sekarang) adalah jaman masuknya Vena ke komunitas gamer. Pas kelas 11 itu, dia bikin id Steam (yang udah merupakan salah satu syarat menjadi gamer) buat main DotA 2. Jangan tanya gue dia udah pro atau belum. Gue aja masih tergolong noob, mana bisa gue menghakimi orang itu jago ato enggak?
Inget juga sih, waktu itu, id Steam dia: Oreo T-Rex.
What.
Gak ada angin, gak ada topan, gak ada awan, gak ada ujan, gak ada alesan yang gue bisa pikirin kenapa dia pilih nick itu. Mungkin karena dia merasa Oreo adalah salah satu makanan terenak di dunia. Mungkin karena pas dia lagi bikin id, dia lagi makan Oreo. Mungkin, karena kalo Oreo udah ada pas jaman Dinosaurus, T-Rex gak bakal makan Dinosaurus lain. Yap, betul sekali tebakanmu, dia bakal makan Oreo. Ato bisa aja, kalo dia punya piaraan T-Rex, dia kasih nama Oreo.
Haish, gak tau dah. Tanya aja, tuh di atas udah gue taro instagram-nya.
Jadi, pas kelas 12, id Steam dia kepake lagi. Kali ini, dia pake buat game Valve yang lain, yaitu Serangan Balik: Serangan Terhadap Dunia. Oh, maksudnya Counter Strike: Global Offensive. Dan beda dengan DotA 2 (yang gratis-tis-tis gak pake obral), CS: GO di Steam gak gratis. Udah gitu, mengingat CS adalah salah satu game FPS lama yang masih afdol sampe sekarang, musti yang jago banyak banget.
Itu yang jago, belum yang ampas. Jadinya, kurang banyak apa, coba?
Vena ini baru aja (dalam arti, baru bulan Desember 2015) menjadi pemain CS:GO. Kabar terakhir? Pas main sama temen-temen sesama player CS:GO, dia jadi pemain peringkat #1. Dari bawah. Ah, lagian, gue juga bakal senasib begitu gue masuk ke CS:GO. Perihal bagaimana seorang Vena bisa memperoleh game CS:GO yang gak gratis, gue langsung aja, daripada penasaran:
"Ven, kamu beli CS:GO gimana?"
"Mommy's credit card, Mo."
"Sumpah Ven, pake duit nyokap? (pada saat ini, gue belum sadar gue sendiri kalo beli game bukan pake duit sendiri)"
"Ya aku gak pernah dijatah uang saku bro, jadi whenever I need somethin' I just ask."
"...enaknya."
"Yo tapi gak minta tok lah yauw Mo!"
"Ya tapi kamu kan dikasih juga. 'Mangnya kamu ngomong apa pas minta? 'Ma saya mau beli game harganya sekian, duitnya tolong', gitu?"
"Ya aku ngomongnya 'Ma lagi Black Friday, aku beli CS yo', gitu..."
Seengaknya terjawablah penasaran gue.
Mungkin gue terapin boleh juga.
Tapi, prior to insiden CS:GO, Vena adalah orang yang ngajakin gue main Duel Otak.
Sebelum Vena ini, Duel Otak udah mulai tersebar pamornya di SMAK Kosayu, cuman gue pas waktu itu ya sekedar tau tok. Belum ada minat dalam bentuk apapun. Meskipun kalo ada temen gue yang nanya soal Duel Otak, gue bantuin juga. Apa ruginya?
Sampai pada suatu sore, masuk pesan Line dari Vena.
"ID Duel Otak-ku Revena Astanti. Ayo download Duel Otak dan tantang aku!"
Nope, jelas bukan dia yang nulis begituan, karena orang kek dia gak mungkin sekaku itu. Kemungkinannya, dia kirim message itu dari app Duel Otak via Line. Ke gue.
Langsung gue mikir, "Oh, ni anak nantangin saya rupanya." Tentunya, dengan nada-nada serem kek Mr.Burns bosnya Homer Simpson. Antara itu, atau nada-nada jahat punyanya antagonis-antagonis sinetron yang biasanya berasal dari benak tokoh itu sendiri.
Gak lama kemudian, gue donlot itu app satu, trus langsung gue tantang dia. Gak di Duel Otaknya langsung, tapi gue tantang dia di Line.
"Ayo Ven, gue udah donlot ven, sini lu!"
Gak perlu balasan, karena beberapa menit setelah pesan itu kekirim langsung masuk notif tantangan di Duel Otak gue. Dari Revena Astanti.
Kurang lebih 2 jam kemudian, keluarlah hasil Duel Otak pertama gue, melawan Revena Astanti. Poin yang kita berdua kumpulkan gak sama. Jelas, ini berarti ada yang kalah, dan ada yang menang. Ada yang lebih tinggi, ada yang lebih rendah. Dan sejujurnya, gue gak mau kasitau hasil Duel Otak pertama gue.
Dia poinnya lebih rendah.
Not bad for a first-timer.
Anyways, besoknya langsung gue datengin Vena, trus guelabrak bahas tentang peperangan otak yang terjadi kemaren sore.
"Ah sayang sekali ya Ven, kalah sama orang yang baru main Duel Otak."
"Diih Mo! Gak terima aku Mo! Gila cak!"
"Lho, tapi kan kamu yang nantangin, berarti kamu yang mulai, toh? Ya saya sih cuman sekadar ladenin orang yang nantangin gue, tapi ya kalo udah kek gitu hasilnya mau gimana lagi..."
"Awas ya Mo! Ntar malem tak tantang lagi kon!"
Malamnya, dia nantang gue... dengan hasil yang sama. Dia kalah.
Jangan salah, bukan berarti Vena belum pernah menang Duel Otak lawan gue. Pernah sih sekali. Dan gue gak malu untuk mengakui ini, soalnya gue sadar, gak selamanya orang bisa menang terus, toh? Nobody's perfect.
Di Duel yang menyakitkan itu, pas gue tau gue udah kalah, gue langsung chat dia:
"Selamat Ven."
Setelah hasilnya keluar, keluar juga balesan.
"Di malam yang suram dan gelap ini... Momo akhirnya terkalahkan."
Drama, bro.
Padahal sebelumnya, ada lagi kasus dia hampir menang, dan gue udah ngechat "Selamat Ven" ke dia. Dia sendiri udah ngechat macem-macem kek
"Akhirnya, Mo!"
"Setelah berjuang siang dan malam"
"Mendaki gunung menuruni lembah"
But, pas udah gue (dan dia) kerjain ronde terakhir, keluar hasil:
9-9.
Dan dengan penuh kemenangan, gue chat
"Not yet."
Langsung keluar reaksi kek "Idiih, kok bisa ya?" dan kaum-kaumnya itulah. Emang ajaib, main sama Vena ini.
Ajaib emang, mungkin lebih ajaib dari dongeng peri apapun-itulah.
Bisa-bisanya gue sekelas lagi sama dia, dan bisa-bisanya dia gak kehabisan tingkah DORAEMON-nya, yang gue kira udah abis pas kita lulus kelas 11.
Lagian, dia bertanggung jawab atas keunikannya sendiri. Mungkin dia suka menjadi unik.
Mungkin hobi dia adalah menjadi anti-mainstream.
Ya nggak, Ven?
Until the next post, bungs! :D
"ID Duel Otak-ku Revena Astanti. Ayo download Duel Otak dan tantang aku!"
Nope, jelas bukan dia yang nulis begituan, karena orang kek dia gak mungkin sekaku itu. Kemungkinannya, dia kirim message itu dari app Duel Otak via Line. Ke gue.
Langsung gue mikir, "Oh, ni anak nantangin saya rupanya." Tentunya, dengan nada-nada serem kek Mr.Burns bosnya Homer Simpson. Antara itu, atau nada-nada jahat punyanya antagonis-antagonis sinetron yang biasanya berasal dari benak tokoh itu sendiri.
Gak lama kemudian, gue donlot itu app satu, trus langsung gue tantang dia. Gak di Duel Otaknya langsung, tapi gue tantang dia di Line.
"Ayo Ven, gue udah donlot ven, sini lu!"
Gak perlu balasan, karena beberapa menit setelah pesan itu kekirim langsung masuk notif tantangan di Duel Otak gue. Dari Revena Astanti.
Kurang lebih 2 jam kemudian, keluarlah hasil Duel Otak pertama gue, melawan Revena Astanti. Poin yang kita berdua kumpulkan gak sama. Jelas, ini berarti ada yang kalah, dan ada yang menang. Ada yang lebih tinggi, ada yang lebih rendah. Dan sejujurnya, gue gak mau kasitau hasil Duel Otak pertama gue.
Dia poinnya lebih rendah.
Not bad for a first-timer.
Anyways, besoknya langsung gue datengin Vena, trus gue
"Ah sayang sekali ya Ven, kalah sama orang yang baru main Duel Otak."
"Diih Mo! Gak terima aku Mo! Gila cak!"
"Lho, tapi kan kamu yang nantangin, berarti kamu yang mulai, toh? Ya saya sih cuman sekadar ladenin orang yang nantangin gue, tapi ya kalo udah kek gitu hasilnya mau gimana lagi..."
"Awas ya Mo! Ntar malem tak tantang lagi kon!"
Malamnya, dia nantang gue... dengan hasil yang sama. Dia kalah.
Jangan salah, bukan berarti Vena belum pernah menang Duel Otak lawan gue. Pernah sih sekali. Dan gue gak malu untuk mengakui ini, soalnya gue sadar, gak selamanya orang bisa menang terus, toh? Nobody's perfect.
Di Duel yang menyakitkan itu, pas gue tau gue udah kalah, gue langsung chat dia:
"Selamat Ven."
Setelah hasilnya keluar, keluar juga balesan.
"Di malam yang suram dan gelap ini... Momo akhirnya terkalahkan."
Drama, bro.
Padahal sebelumnya, ada lagi kasus dia hampir menang, dan gue udah ngechat "Selamat Ven" ke dia. Dia sendiri udah ngechat macem-macem kek
"Akhirnya, Mo!"
"Setelah berjuang siang dan malam"
"Mendaki gunung menuruni lembah"
But, pas udah gue (dan dia) kerjain ronde terakhir, keluar hasil:
9-9.
Dan dengan penuh kemenangan, gue chat
"Not yet."
Langsung keluar reaksi kek "Idiih, kok bisa ya?" dan kaum-kaumnya itulah. Emang ajaib, main sama Vena ini.
Ajaib emang, mungkin lebih ajaib dari dongeng peri apapun-itulah.
Bisa-bisanya gue sekelas lagi sama dia, dan bisa-bisanya dia gak kehabisan tingkah DORAEMON-nya, yang gue kira udah abis pas kita lulus kelas 11.
Lagian, dia bertanggung jawab atas keunikannya sendiri. Mungkin dia suka menjadi unik.
Mungkin hobi dia adalah menjadi anti-mainstream.
Ya nggak, Ven?
Until the next post, bungs! :D
No comments:
Post a Comment