Starring: - Chelsea Islan (Street Society, Refrain)
- Dion Wiyoko (Sport 7, Serigala Terakhir)
- Kimberly Rider (Manusia Setengah Salmon, Perahu Kertas, Get Married)
- Merry Riana (ya serius dia ada di film ini)
Genre : Drama Komedi
Ah, film berasal dari novel yang berasal cerita nyata yang inspiratif. Novel itu adalah Merry Riana: Mimpi Sejuta Dollar yang ditulis oleh Alberthiene Endah, biografer Krisdayanti, Chrisye, dan Jokowi. Biografi berdasarkan kisah nyata seorang Merry Riana, wanita muda asal Indonesia yang, yah, versi gampangnya, menghasilkan satu juta Dollar dalam usia 26 tahun. Okelah klo itu Dollar Singapore, tempat dia sekolah. Itu udah setara sama Rp 9 364 872 041. Iye seriusan, gue baru ngitung di Google. 9 Milyar, seandainya lu pada males ngeliatin tu angka-angka. Dollar Amerika? Rp 12 499 650 000. Beda 3 milyar sih, hehe. *cuman* Tiga.
- Dion Wiyoko (Sport 7, Serigala Terakhir)
- Kimberly Rider (Manusia Setengah Salmon, Perahu Kertas, Get Married)
- Merry Riana (ya serius dia ada di film ini)
Genre : Drama Komedi
Ah, film berasal dari novel yang berasal cerita nyata yang inspiratif. Novel itu adalah Merry Riana: Mimpi Sejuta Dollar yang ditulis oleh Alberthiene Endah, biografer Krisdayanti, Chrisye, dan Jokowi. Biografi berdasarkan kisah nyata seorang Merry Riana, wanita muda asal Indonesia yang, yah, versi gampangnya, menghasilkan satu juta Dollar dalam usia 26 tahun. Okelah klo itu Dollar Singapore, tempat dia sekolah. Itu udah setara sama Rp 9 364 872 041. Iye seriusan, gue baru ngitung di Google. 9 Milyar, seandainya lu pada males ngeliatin tu angka-angka. Dollar Amerika? Rp 12 499 650 000. Beda 3 milyar sih, hehe. *cuman* Tiga.
Film berdasarkan novel itu emang udah rada mainstream gitu sih ya. Tapi film berdasarkan novel inspiratif itu ya lain lagi dah ceritanya. Apakah selalu bagus? Tidak. *ehm twilight ehm* Apakah selalu jelek? Tidak juga. Tengoklah Heri Harry Potter 1 ampe 7, atau Hunger Games 1 sampe 3. Kunci dari adaptasi layar lebar terhadap suatu film adalah kelihaian para penulis screenplay dalam menerjemahkan bahasa-bahasa dan kata-kata yang tercantum dalam Novel menjadi adegan-adegan yang nyata (ya minmal terlihat) dalam sebuah Film. Apakah harus sama semua tulisan dengan adegan dalam filmnya? Kagak. Intinya adalah tema dan inti dari novel tidak boleh dilencengkan dari adegan dalam filmnya. Apalagi, para pemeran tokoh harus bisa memberikan gambaran yang sama terhadap tokoh yang diperankan, malahan lebih baik. Jangan si cool dari novel malah jadi playboy di film.
Filem ini berhasil?
Kagak?
Sukses?
Tidak?
Mampu?
Nggak?
Not Readable
Eeeeh woy woy wooy! Jangan pentungin gue! Gue gak ada maksud ngehina!
Maksud gue adalah banyaknya unsur-unsur dalam filem yang berbeda dengan di novel. Misalnya, dalam novel, Merry gak ada ceritanya dia cuman asal bermukim di Singapore. Dia emang disuruh bo(kap)nyok(ap) nya buat sekolah di sana, tepatnya di Nanyang Technological University. Atau yang namanya Irene, teman Merry di Singapore, yang diperankan oleh Kimberly Rider (Manusia Setengah Salmon, Get Married). Irene? Siapaan tuh? Gue taunya ya Alva, senior Merry yang akhirnya nikah ama Merry (sorry for the spoilers).
Kata gue, kebanyakan unsur dalam film merupakan tambahan-tambahan dari novelnya. Tambahan-tambahan ini (seenggaknya menurut gue) ditujukan untuk membuat filmnya menjadi watchable. Kenapa? Novelnya tidak menceritakan kejadian-kejadian nyata, karena lebih berfokus ke character development Merry Riana di Singapore. Dari anak yang lugu, polos, namun penuh tekad menjadi orang yang yah, dapet 1 juta Dollar dalam usia 26. Di film, character development itu disajikan dengan berbagai reaksi Merry Riana (Chelsea Islan) terhadap peristiwa disekitarnya. Unsur film banyak yang tidak ada di novelnya sebagai pemercik, penambah bumbu Sasa Royco Ajinomoto agar filmnya tidak membosankan.
Jadi, bungs, not readable mengacu kepada film yang adegan-adegannya tidak dapat dibaca di novel. Sekali lagi, jangan pentungin gue. Apalagi pake kertas sebiji lu gulung. Mending pake tongkat kasti. Kelar dah urusan lu.
Living Persons in the Living Story
Merry Riana sebagai seekor seorang protagonis dalam kedua versi cerita diperankan dengan baik oleh Chelsea Islan, yang jujur, gue gak terlalu kenal dalam dunia perfilman Indonesia (ya lah tolol, lu ya kenalnya cuman Luna Maya, Cinta Laura, Nikita Willy, dan kaum-kaumnya). Tapi baru berarti tidak mampu? Chelsea mampu membawakan persona Merry sebagai seorang cewek kuat yang seperti dikatain filmnya, udh terbiasa menerima penolakan. Gak pantang menyerah, dan terus maju, padahal dunia sekitar dia udh kayak ngedorong mundur dia. Di sisi lain, sebagai gadis yang anggun dan elegan, tapi gak terlalu manja.
Kimberly Rider memerankan Irene, teman pertama Merry di Singapura. Irene, yah minimal menurut gue, berperan sebagai kontras dari Merry dalam cerita. Okelah dia emang deket banget sama Merry, terutama ya karena satu-satunya manusia yang Merry kenal di Singapura. Tapi Irene dari sisi lain adalah lawan kata dari Merry. Merry ultra hemat, Irene sangat konsumtif, Merry pantang menyerah, Irene pengeluh. Tapi bukan berarti dia Bawang Merah-nya Merry, karena gitu-gitu kepribadian Irene sangat baik terhadap Merry. Dan, prilaku dan perbuatan Irene kadang menarik reaksi dari Merry, menunjukkan pendapat dan sudut pandangnya sehingga kita tahu karakter Merry.
Alva Tjenderasa suami masa depan Merry diperankan oleh Dion Wiyoko. Iya. Dion Wiyoko host Sport 7 sebelum, pada saat, dan sesudah Lucy Wiryono. Alva disini karakterisasinya beda dari novel. Di novel, mereka ketemu, cocok, jadi partner, jadi dah. Disini, Alva memiliki kepribadian yang kuat dan penuh perhitungan, sehingga Merry disini harus membuktikan dirinya agar Alva mau membantunya. Alvanya ya mau (klo gak ya filmnya cuman sekitaran setengah jem doang), dan menjadi deuteragonis kepada Merry sepanjang cerita. Mentor, motivator, dan inspirator. Semuanya dijalankan dengan ciamik oleh Dion. Ciamik dari mana bos? Minimal saya suka sama sikap Alva dalam menemani Merry menuju kesuksesan. Sikap skeptis Alva di awal cerita bisa menjadi bumerang. Klo keselanjutannya pemeranan Dion jelek, dia bakal jadi tokoh paling rese' di film. Klo bagus, penonton malahan bisa lebih suka sama dia daripada sama Merry-nya.
Menurut gue?
Tadi gue bilang apa?
Ciamik?
Gue gak bakal tarik tu kata.
Sense of the Sing
Settingnya. Singapur. Tahun? 1998. But wait..
Lu bakal liat sebuah bangunan yang disebut dengan MARINA BAY SANDS. Ahahahaha.
Jelas kru film tidak dapat membuat Singapur pada tempo 1998 dulu, waktu ada yang namanya kerusuhan tingkat tulen di negara. Maka dari itulah latar waktu disesuaikan dengan keadaan Singapur jaman sekarang. Jelas sih, daripada maksain ke penonton 'WOY, INI SINGAPUR TAHUN '98 YA! JOK LALI!', mendingan menyesuaikan Singapur dengan keadaan yang lebih modern.
Apa efeknya? Cerita menjadi lebih simple. Merry dan Alva yang di novel bermain saham ala-ala monopoli sekarang tinggal mainan saham di hape. Barang-barang modern yang ada dalam film, seumpama laptop Merry, merupakan salah satu plot device yang kuat, meskipun tidak terlalu sering dipakai.
Kita juga bisa liat sisi-sisi orang Singapur di film. Ada aja orang-orang egois dan pelit, orang yang, yah, b****s*k, dan orang yang masih punya hati. Orang dengan berbagai kepribadian akan Merry temui dalam perjalanannya. Mereka sebagai sarana untuk menunjukkan karakter core yang ada dalam Merry, dan juga sebagai pembantu jalannya character development Merry dalam petualangannya di Singapura.
Citra lokal Singapur memang tidak terlalu ditonjolkan, karena bagaimanapun ini bukan dokumenter tentang Singapur. Tapi kita tahu bahwa ini adalah Singapur, dan ini adalah panggung kehidupan dari Merry Riana, tempat dia mendapatkan titik balik. Orang, tempat, dan citra lokal merupakan pembantu film dalam menyajikan cuplikan spektakuler kehidupan seorang Merry Riana.
NILAI: 97/100
(+) - Perbedaan dari novel tidak membuat film menyesatkan penonton
- Pemeranan baik yang membuat cerita tidak membosankan
- Film mudah ditangkap dan dimengerti oleh penonton
(-) - Singapur yang kurang terlihat warna lokalnya
- Tidak ada sense of desperation seperti di novel
Until the next post, bungs! :D
No comments:
Post a Comment