Wednesday, February 6, 2019

THIS IS A REVIEW - 2k18 (#1)

Year review! 

Siapa yang mulai itu duluan? PewDiePie ato gue? 

Lagian, sejak kapan dia mulai meluncurkan program Year Review? Meme Review sih udah ada lama sejak dia berhenti main game dan mulai membuat konten berdasarkan konten orang lain tentang dia (baca: meme tentang dia), tapi Year Review? Itu kapan? 

FYI, Year Review versi gue sejarahnya bisa ditelusuri dari tahun 2016. 2016, itulah Year Review pertama gue. Asal tau aja. Waktu itu gue lagi kehabisan konten, dan film waktu itu gak ada yang bagus, dan gue punya beberapa pendapat mengenai jalannya 2016, jadi gue mikir: kenapa gue gak bikin review buat setahunan 2016 aja? 

Itulah sejarah Year Review milik gue. 

PewDiePie? 

Gue belom melakukan riset, tapi karena penggemar-penggemarnya mengharapkan dia melakukan Year Review tahun ini, tersirat kalo dia udah pernah ngelakuin yang namanya Year Review pada tahun sebelomnya, 2017. Kalo dia gak pernah ngelakuin, kenapa segenap 9 Year Old Army (bagi yang gak tau, itu nama geng penggemar Pewds, setara BTS Army lah) pada minta supaya dia bikin? 

Intinya, Year Review versi gue, 2016. 

Year Review versi PewDiePie, SEBARU-BARUNYA 2017.  

Trus? 

Ya gak kenapa-kenapa sih, emang apa yang bisa gue lakuin mengenai kesamaan tersebut? 

Copystrike dia? 

Sue dia atas dasar copyright infringement? 

Outlet media mainstream segede Vox dan Wall Street Journal aja udah nyoba ngejatohin dia dan gagal, emangnya peluang apa yang gue punya? Bisa apa gue terhadap PewDiePie, kalo yang jauh lebih gede dan kuat aja bisa gagal total? 

Kek yang tadi gue bilang, sebenernya gak kenapa-kenapa juga sih. 

Mungkin kalo blog gue punya kesamaan dengan channel YouTube raksasa kek Pewds, apakah ini berarti gue berpotensi mendapatkan ke-terkenal-an sebesar Pewds? Apakah gue bisa mendapatkan secuil aja dari popularitas yang dimiliki oleh Felix Kjellberg? Apakah gue bisa mendapatkan sepersepuluh dari audiens yang dimiliki PewDiePie? 

Pfft, entahlah. Cuman waktu yang akan menentukan.   

Buat sekarang, Year Review. 

Eh, maksud gue, This is a Review - tahun 2018. 

It All Started with Aokigahara

Paul brothers. Paul bersaudara. 

Emang bener-bener ya kalian berdua ini. 

Belom ada seminggu--wait, jangankan seminggu--SEHARI setelah tahun 2018 mulai, kalian udah belaga aja. 

Well, salah satu dari kalian, sih. 

Adalah Logan Paul, si Paul yang lebih tua, yang memulai ketololan ini. Normalnya sih gue ngira si adek Jake yang lebih disfungsional dan Logan yang lebih waras dikit, tapi ternyata kontroversi awal tahun ini sukses meyakinkan gue sebaliknya. 

Bahkan ketololan Logan ini terjadi bukan pada tahun 2018, melainkan SEHARI SEBELOM tahun 2018, tanggal 31 Desember 2017. But alas, karena semua kontroversi yang mengikuti terjadinya tahun 2018, maka peristiwa ini ujung-ujungnya ya termasuk peristiwa tahun 2018. 

Emangnya ada apaan, sih? 

Sehari sebelom 2018 bergulir, Logan Paul mengunggah sebuah video yang adalah satu dari sekian banyak vlog jalan-jalan dia di Jepang. 

Sebenernya serial vlog dia ini aja udah kontroversial dari sononya--Logan menunjukkan sikap gak sopan, norak, urakan, dan kampungan terhadap negara yang dia kunjungin. Sikap ini termasuk, tapi gak sebatas, teriak-teriak di kuil tempat orang doa, ngelempar boneka Pikachu ke mobil yang lagi jalan, main masuk ke sebuah restoran sushi trus teriak-teriak di dalem, dan memamerkan kaki gurita mentah yang dia beli ke pejalan kaki Tokyo. 

Demi apapun, tolol. Semoga ni orang gak ke Indonesia. 

Tapi vlog yang akan kita bahas selanjutnya ngebuat semua kenorakan dia sebelomnya gak berarti apa-apa. Saking parahnya, semua kelakuan kampungan dia akan terlihat kek kelakuan warga teladan. Yep, separah itu. 

Di vlog yang gue bahas ini, Logan Paul bersama beberapa temen-temennya mengunjungi Hutan Aokigahara di kaki Gunung Fuji. Niatan mereka adalah berkemah di hutan tersebut selama semalam. Ato dua malem. Entahlah, intinya mereka mau camping di sono. 

Sayangnya (ato untungnya?) buat mereka, Hutan Aokigahara ini bukan hutan biasa. 

Hutan Aokigahara adalah salah satu situs bunuh diri paling terkenal di Jepang. 

Tercatat tahun 2003, sebanyak 105 mayat ditemukan di dalam hutan tersebut. Tahun 2010, tercatat sebanyak 200 orang melakukan percobaan bunuh diri di hutan tersebut. Mungkin lo pada heran kenapa angka-angka ini tahun lama semua, ini sebenernya gara-gara otoritas di Jepang berhenti mengeluarkan statistika bunuh diri di Aokigahara biar hutan tersebut gak melulu diasosiasikan dengan bunuh diri. Jalan-jalan setapak di Aokigahara diberi papan tanda buat ngecegah orang bunuh diri, mau itu dengan mikirin keluarga mereka ato nyari pertolongan. Saking parahnya. 

Taukah Logan Paul dkk tentang reputasi kelam yang dimiliki hutan ini? 

Tau. 

And yet, mereka tetep masuk ke dalam hutan tersebut. 

Setelah masuk, Logan Paul dkk dengan sengaja 'menyasarkan diri' dari jalan setapak hutan dan masuk ke area hutan yang terlarang. 

Gak lama setelah mereka keluar dari jalan setapak tersebut, mereka ketemu sesuatu yang bakal mereka temuin di tempat macam gituan, cepat ato lambat.

Sebuah mayat. 

"Kita beneran ketemu sebuah mayat di hutan bunuh diri!" katanya. "Gue gak percaya!" 

Well, no shit. 

Itu sama aja dengan lo ke bioskop terus kaget nemu kursi. Ato ke restoran terus kaget nemu makanan. Ato ke hotel terus kaget nemu tempat tidur. Pernyataan macam apa itu? 

'Mangnya lo kalo ke salah satu situs bunuh diri paling terkenal di dunia lo ngarep ketemu apaan? Mal? Restoran? 

Belom lagi dengan mereka yang sengaja keluar dari jalan setapak yang udah ditentuin sama pihak pengelola hutan tersebut, gimana mereka mau gak ketemu korban bunuh diri? Gak usah pake 'nyasar' segala, lo ngikutin jalan setapak itu aja masih ada kemungkinan buat ketemu mayat. Apalagi kalo lo sengaja menyasarkan diri? 

Langkah yang paling masuk akal adalah kasitau pihak pihak berwajib, buru-buru keluar dari sana, dan terpenting, matiin kamera vlog yang lo bawa. Ceritain aja pengalaman lo ke Aokigahara melalui video terpisah. Gak usah pake acara planga-plongo gak jelas, apalagi ngerekam jenazah korban bunuh diri tersebut. 

Tapi sayangnya kawan-kawan, ini Logan Paul yang kita lagi bahas. 

Dia kasih tau pihak berwajib melalui bodyguard/tour leader Jepang yang dia bawa bersamanya. Seenggaknya dia ngelakuin satu itu. 

Selebihnya, sukses dia langgar semua. 

Sebelom tour leader Jepang dia nyampe buat ngelaporin semua kejadian tersebut, Logan dkk nyamperin jenazah orang malang tersebut. NYAMPERIN. Dalam artian, ngeliatin dari jarak yang teramat sangat dekat. Sedekat jarak gue dengan laptop yang gue pake buat ngetik ini. SAMBIL NGEBAWA KAMERANYA. YANG MASIH NGEREKAM. 

Dan tentu aja dia ngerekam (hampir) keseluruhan mayat orang malang tersebut tanpa disensor. Dari jarak yang teramat sangat dekat. Kalo perlu, muka tu orang bisa dimasukin ke face recognition software dan keluar hasil. Tentu aja. But of course

But wait, there's more! 

Setelah puas mengais views footage dari orang malang tersebut, Logan dan ketiga temannya mendiskusikan kenyataan yang baru mereka hadapi. Kenyataan bahwa mereka baru nemu korban bunuh diri di sebuah situs bunuh diri. Mengagetkan, bukan?  

Yang aneh adalah, dalam diskusi tersebut, Logan berserta temen-temennya masih bisa cengar-cengir. Senyum-senyum, padahal gak lima menit yang lalu mereka baru nemu mayat orang beneran. Paling mantep ya Logan sendiri, bukannya terdengar sedih dan berempati, dia masih bisa ketawa-ketawa. Ya bener kalo dalam perbincangan mereka Logan ada terdengar serius, tapi fokus gue di sini adalah kelakuan norak dan gak tau sopan santunnya yang masih kebawa ke situ. Gak jauh beda dengan ketololannya di pusat kota Tokyo, padahal situasi di sini gak bisa dibikin bercandaan sama sekali. Mungkin seneng karena vlog yang satu ini bakal masuk trending kali, ya. 

Ada orang tewas gak 100 meter dari tempat lo berdiri, dan lo malah ketawa-ketawa? 

What? 

Udah cukup parah lo ngerekam dia sampe ke muka-mukanya tanpa sensor, dan sekarang lo malah ketawa-ketawa gak lebih 100 meter tempat dia meninggal? 

What? 

But wait, that's not even the best part. 

Menurut lo pada dari mana gue tau semua ini? 

Yep, tentu aja. 

Semua ketololan dia di atas terekam dan terunggah ke YouTube secara publik. Semua orang bisa liat. Seluruh dunia bisa liat. Mantepnya lagi, video tersebut sempet masuk trending YouTube. Rasanya perilaku merekam tanpa adat tersebut membuahkan hasil juga. 

Video aslinya udah diturunin oleh Logan Paul sendiri sekarang, tapi nasi udah kadung jadi bubur. Orang-orang udah keburu nangkep ketololan Logan Paul di Hutan Aokigahara. Bagaimana dia dengan enaknya ngerekam sebuah jenazah korban bunuh diri tanpa sensor dan tanpa empati. Bagaimana dengan perilakunya yang norak dia masih bisa cengar-cengir dan ketawa-ketiwi di samping korban bunuh diri. Bagaimana dia bisa-bisanya melepaskan itu semua ke seluruh dunia. 

Emangnya gak ada apa, satu aja momen dalam proses peng-edit-an video tersebut dia mikir, "Waduh, ini kontennya harus gue sensor berat" ato "Waduh, ini parah sih, mendingan gak usah gue upload" ato "Waduh, gue harus skip bagian kita ketemu mayatnya", gitu? 

Ah well, mikir apa gue? 

Ini Logan Paul yang lagi kita bicarain sekarang. 

Awalnya gue tau kasus ini dari Phillip DeFranco. Dan bukan dari video 'berita' hariannya bahkan, tapi dari Twitter dia. Di tweet-nya, Philly heran kenapa video dengan konten separah itu bisa masuk trending. Dia juga ngomong kalo fanbase Logan--berjuluk "Logang"--gak peduli dengan konten yang diunggah Logan, bahkan ketika konten itu udah menyangkut korban bunuh diri sekalipun. 

Terus PewDiePie nimbrung. Pewds sendiri udah pernah dizolimi oleh Logan sebelomnya, jadi gue ngebayangin betapa puasnya Pewds menyerang Logan secara bertubi-tubi di video-nya mengenai Logan. 

Bukan cuma oleh selebnet, Logan juga dapet cercaan dari golongan selebriti mainstream. Adalah Aaron Paul (Jesse Pinkman di Breaking Bad) (bukan kerabat Logan, seriusan) dan Sophie Turner (Sansa Stark di Game of Thrones dan Jean Grey di X-Men: Apocalypse) yang ikut mengkritik Logan secara blak-blakan di Twitter. Politikus juga, seperti Melanie Onn, anggota parlemen Inggris, ikut mengkritisi Logan. 

Di samping berjuta-juta warganet marah, tentunya. 

Gak lama setelah kontroversi tersebut, Logan membuat dua permintaan maaf. Satu di Twitter, dan satu melalui sebuah video di YouTube yang diunggah setelahnya. Seperti yang sudah diduga, gak banyak yang percaya. 

Salah satu poin yang paling bikin gue gatel adalah pembelaan Logan terhadap tawanya setelah menemukan mayat korban bunuh diri tersebut. Logan mengatakan bahwa ketawanya adalah bagian dari coping mechanism-nya. Dia ketawa untuk menyembunyikan kenyataan kalo dia lagi sangat gak nyaman saat itu. Dia ketawa untuk, dengan kata lain, menenangkan dirinya.  

Look, I get it. Semua orang punya coping mechanism yang berbeda-beda. Ketawa adalah salah satunya. Waktu itu gue pas lagi motong ayam dan tangan gue keiris, apa yang gue lakukan? Ketawa. Histeris, tapi tetep ketawa. Ketawa atas ketololan diri sendiri. 

Sekarang pindah ke masalah korban bunuh diri. 

Apa yang bisa lo ketawain dalam situasi tersebut? 

Gak ada. 

Mau itu si korban bunuh diri malang tersebut, ato situasi bunuh diri-nya, ato situasi lo menemukan jenazah si korban bunuh diri, gak ada yang bisa lo ketawain di situ. Gak ada celah buat lelucon, guyonan, ato lawakan di situ. 

Logan, lo mungkin gak bermaksud gak respek (sangat diragukan, tapi bisa aja), tapi dengan lo ketawa, lo baru aja membuat situasi serius tersebut menjadi gak serius. Itulah kenapa lo ketawa setiap kali ada masalah, kan? Buat ngebikin situasi jadi gak tegang. Buat meringankan suasana. Buat mengurangi beban masalah.    

Dengan kata lain, lo membuat situasi tersebut jadi lebih remeh. 

Meremehkan situasi macam bunuh diri? 

Hooo boy. 

Sebenernya gue udah gak percaya dengan permintaan maaf Logan Paul, mau dia minta maaf atau gak. Kenyataan bahwa dia adalah bagian dari Paul bersaudara udah bikin gue skeptis abis, apalagi abis dia ngelakuin beginian. Di titik itu, permintaan maaf dia udah punya tingkat kejujuran yang sama dengan Ratna Sarumpaet ketika dia bilang dia jadi korban penggebukan sampe babak belur. 

But wait, there's more! 

Astaga, kenapa lagi dia ini? 

Tiga minggu kemudian, dia bikin video pencitraan. Ketemu sama korban selamat bunuh diri. Ketemu sama ketua National Suicide Prevention Lifeline. Ketemu sama aktivis anti-bunuh diri. Oke, kata gue. 

Bulan selanjutnya, dia upload video dirinya nyetrum tikus mati. 

Astaga. 

Di bulan yang sama, Logan belaga lagi. Buat yang ini singkat aja, karena jujur aja, gue rada... bodo amat. 

Adalah YouTuber Olajide "KSI" Olatunji yang menantang Logan untuk bertanding melawannya di sebuah gelaran tinju antar YouTuber amatiran yang diadakan di Manchester. 

Logan, yang awalnya menolak, akhirnya menerima. Mayan lah, buat ngalihin perhatian publik dari kegoblokannya selama dua bulan terakhir.  

Hype buat pertandingan ini tinggi. Ni gara-gara 1) Logan punya pengalaman gulat, sedangkan KSI punya pengalaman tinju amatir, 2) KSI dan Logan sama-sama punya ego yang tinggi, 3) warganet udah nunggu kesempatan buat liat Logan digebukin, 4) warganet udah nunggu kesempatan buat liat KSI digebukin, dan 5) pertandingan tersebut dianggap bisa membuka gerbang untuk perhelatan tinju amatir antar YouTuber, namanya YouTube Boxing Championship (YBC). Hah, they wish

Ali yang doyan UFC nungguin banget pertandingan tersebut. Secara mengagetkan, Adri juga. 

"Terus lo pada nontonnya gimana? Itu bukannya bayar yak?" 

"Ya entar gue kita patungan gitu buat nonton. Pt-pt, gitu," jawab Adri. 

"Ah, gue nunggu ada yang upload ke YouTube aja, dah," ujar gue. 

25 Agustus 2018, pertandingan tersebut digelar. Pas Logan dan KSI gebuk-gebukkan, gue tidur. Yep, pas mereka tanding, di Melbourne udah dini hari. Kek yang tadi gue bilang, mendingan gue tungguin aja hasilnya, daripada buang-buang duit.

Pas gue bangun, gue langsung nyariin hasil tanding mereka tersebut. 

Seri. 

Gue ketawa terbahak-bahak. Langsung terbayang di benak gue kekecewaan Ali-Adri (dan Zaki-Raja juga, kalo mereka ikut nonton) ketika tau kalo mereka udah ngeluarin duit cuman buat satu tanding tinju ini doang... dan hasilnya seri. Ibarat lo ngeluarin duit buat nonton El Classico secara langsung banget di Camp Nou... dan hasilnya 0-0. 

Gak ada yang menang di pertandingan tinju tersebut. Tapi yang pasti adalah ada yang kalah. 

Siapa? 

Ya mereka yang bela-belain ngeluarin duit buat nonton langsung, lah. 

Seenggaknya, itulah kata sebuah komentar di video YouTube pertandingan mereka. 

KSI dan Logan dapet duit dari pertandingan mereka. Belom lagi pendapatan mereka dari jumlah orang yang ngebayar buat nonton pertandingan tersebut. Mereka seri, mereka berdua sama-sama dapet duit. Profit. Yang dirugikan? Yang ngeluarin duit buat nonton mereka, ngarepin salah satu babak belur, tapi yang ada dua-duanya masih mulus. Jangankan TKO apalagi KO, menang split decision aja gak ada yang dapet. 

Pengaturan pertandingan? Match fixing? 

Entahlah, tapi yang pasti Logan untung dari pertandingan tersebut. KSI kalah, doi pasti minta rematch, dan Logan pasti mager juga ngadepin dia terus-terusan. KSI menang, harga diri Logan kekubur. Bukan jatoh lagi, itu udah terjadi pas kontroversi Aokigahara. Solusi? Seri. Semua senang. 

Logan oh Logan.

Jika 2017 adalah tahun adek lo berulah, maka tahun 2018 adalah tahun lo. 

Mulai dari Aokigahara sampe ke nyetrum tikus mati sampe ke tinju, ada-ada aja dengan dirimu ini. Gue kira lo adalah Paul yang lebih waras dan lebih tau malu, tapi gue rasa 'kewarasan' lo gak cukup buat menghindarkan lo dari masalah. 

Anyways

tahun 2019 tahunnya siapa, dong? 

Bokap lo, Greg Paul? 

Denger-denger, dia udah punya kontroversi tersendiri...   

Advent of a Golden Age

Kalo ada yang bilang ke gue tahun 2018 adalah tahun yang bagus buat gaming, gue setuju. 

Pernyataan tersebut keliatan dari deretan nominasi Game of the Year yang diumumkan oleh The Game Awards, penghargaan sekelas Oscars buat dunia gaming

Ada God of War. 

Ada Red Dead Redemption 2. 

Ada Monster Hunter World. 

Ada Spider-Man PS4. 

Mantep banget, kan? Bahkan game ter-biasa-aja dari deretan game-game gege tersebut, Assassin's Creed Odyssey, adalah game yang lumayan juga. Yang lebih mengagumkan lagi adalah satu lagi game nominasi yang belom gue sebutin di atas, Celeste, ternyata adalah sebuah game indie.  

Dan gue dengan bangga bisa mengatakan kalo gue udah memainkan dua dari enam game di atas. 

Monster Hunter World dan Red Dead Redemption 2. 

Terutama, Red Dead Redemption 2. 

Marilah kita mulai dari Monster Hunter World. 

Beda dengan kebanyakan pemain Monster Hunter World yang mana game tersebut adalah game Monster Hunter pertama mereka, gue udah pernah main Monster Hunter sebelomnya: Monster Hunter Freedom 2, di PlayStation Portable, kurang lebih 10-11 tahun yang lalu. 

Pas waktu itu, pendapat gue tentang game tersebut mengerucut ke satu hal: tu game susah. Anehnya, bukannya berkurang, ketertarikan gue terhadap game tersebut malah bertambah. Iya bener, tu game emang susah dimainkan, dikendalikan, dan ditamatkan, tapi gue tetep kekeuh dengan kesukaan gue terhadap game tersebut. Apa gara-gara senjata di game tersebut terlihat gege parah? Bisa jadi. Apa gara-gara monster yang kita hadapi di game tersebut lebih gege lagi? Bisa jadi juga. Apa gara-gara di game tersebut kita bisa berburu monster-monster gede nan menyeramkan dengan senjata yang keren abis, i.e. keduanya? Ah, gue rasa itu. 

Gue gak berhasil namatin game tersebut. Gue bahkan gak bisa ngelewatin seperempat game tersebut. Tapi kekaguman gue terhadap game tersebut gak berkurang. 

Sampe akhirnya gue mendapatkan Monster Hunter World. 

Oh, tenang aja. Kekaguman gue gak berkurang. Justru yang ada, kekaguman gue malah bertambah. Berkali-kali lipat pula. 

Monster Hunter World (MHW) is a masterpiece. 10/10. 

Ini game yang bener-bener ngagetin. Pertama-tama, ini adalah game Monster Hunter pertama yang dirilis buat game console generasi ke-8, PlayStation 4 dan Xbox One. Percobaan pertama banget, dan ternyata sukses besar. Game tersebut stabil, lancar, dan bebas dari bug ato error yang terkenal sering menghantui game percobaan pertama konsol generasi ke-8.   

Kedua, kerennya, ni game seimbang banget. 

Inget pas tadi gue bilang Monster Hunter Freedom 2 susah dimainin? 

Masalah macam itu udah gak ada lagi di Monster Hunter World. Jalannya game lebih mulus dan gampang dimengerti. Mekanisme dalam game kek mengumpulkan tumbuhan buat dipake dalam berburu monster, mengatur inventory dalam game, dan crafting lebih gampang dimengerti dan dipakai. Intinya, dipermudah. 

Ketiga, setelah permudahan tadi, ternyata game tersebut masih bisa menantang. 

Bener sih, berburu monster dalam MHW emang lebih gampang jika dibandingkan dengan game-game MH sebelomnya. Gue yakin, veteran Monster Hunter udah bisa ngelewatin monster-monster pertama di game tersebut dalam sehari. Gue juga ngerasa monster-monster pertama di game tersebut terasa gampang, meskipun masih seru buat dilawan. Itu semua dipadukan dengan sistem combat game yang sangat memuaskan dan enak dilihat, lengkap dengan senjata yang gak kalah bahkan lebih keren dari game-game sebelomnya. Semua senjata punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, lengkap dengan jurus dan cara main yang sangat bervariasi.  

Tapi monster-monster akhir game tersebut, hoo boy. Di saat-saat itulah baru sisi greget dari game tersebut bener-bener keluar. Di saat itulah gue tersadar, inilah Monster Hunter yang sesungguhnya. Bagian akhir game lebih seru, susah, dan menantang, dan gue gak masalah sama sekali. Gue seneng, malahan. Itu semua ngebikin ngalahin monster susah di game tersebut lebih memuaskan dan setimpal, dan I'm all for it   

Gak nyesel gue beli tu game. 10/10. 

Dan kemudian datanglah Red Dead Redemption 2. 

Red Dead Redemption 2 adalah one of those games. Game-game macam itu. 

Macam apaan? 

Tau gak sih, game-game itu? 

Game-game yang setelah lo mainin, game-game yang lo mainin setelahnya jadi terasa ampas? 

Red Dead Redemption 2 adalah game itu. 

Game yang saking bagusnya, game-game lain jadi gak ada apa-apanya. 

11/10. 

Game yang gak cuman memenuhi dan melengkapi standar semua game sempurna, tapi juga mendorong dan mengangkat standar tersebut melampaui batasan mereka. 

Jangan salah, Monster Hunter World adalah game yang bagus banget. Payday 2 juga bagus. Left 4 Dead 2 seru banget. Skyrim sangat adiktif. Mereka semua game bagus. 

Tapi Red Dead Redemption 2 is in a league of its own. Dia se-spesial itu. 

Kenapa, emangnya? 

Ya, pertama-tama, kita langsung aja ke poin yang paling sering diangkat orang-orang ketika mengkritisi RDR2. 

RDR2 agak repot buat dimainin. Dia... terlalu realistis. 

Gimana enggak, beda dengan Skyrim yang mana setiap barang berharga yang lo ambil langsung secara ajaib berpindah ke kantong lo, RDR2 punya animasi dimana Arthur Morgan si tokoh utama mengambil barang tersebut dengan tangannya dan memasukkan barang tersebut ke tas selempangnya. BUAT. SEMUA. BARANG. YANG. LO. AMBIL. 

Beda dengan Skyrim, Far Cry 5, dan bejibun game open world lainnya yang punya sistem fast travel yang memperbolehkan lo ke berbagai titik dalam peta secara instan, RDR2 mengharuskan lo ke stasiun kereta api ato ke halte kereta kuda terdekat, menggunakan moda transportasi tersebut ke tempat yang paling deket ke si titik BARU lo ke titik tersebut. Ato lebih mantepnya lagi, naik kuda sendiri ke titik tersebut. Yang bisa makan waktu lama banget. 

Beda dengan kurang lebih semua game open world yang gak didasari prinsip survival, di RDR2 lo harus makan. Lo harus minum. Kalo gak, nyawa lo akan terpengaruh secara negatif. 

Inilah kritik orang terhadap RDR2. Bahwa game tersebut terlalu memperhatikan detail. Bahwa game tersebut mengorbankan keseruan demi ke-realistis-an. 

Gue? 

Gue gak masalah. Seneng malahan, dengan ke-realistis-an tersebut. Mungkin RDR2 lebih terasa sebagai sebuah game simulasi koboi daripada sebuah game action open world berlatar dunia koboi, tapi gue gak masalah kalo game tersebut mengarah ke sana. 

I mean, bukankah itu alasan kita main game macam RDR2? Biar bisa ngerasain suasana dunia perkoboian dan wild west tanpa harus ke Amerika? Tanpa harus mundurin waktu jauh-jauh sampe ke tahun 1890? Tanpa harus memakai topi ten gallon, celana berumbai, dan sepatu bertaji? Tanpa harus bawa pistol kemana-mana karena takut dirampok bandit? Bukankah itu alasan kita main RDR2 dan game serupa? 

Kalo gue gak bisa menghargai usaha dari Rockstar Studios selaku pembuat RDR2 dalam membuat pengalaman bermain koboi-koboian kita seasli dan se-otentik mungkin, buat apa gue main game tersebut? 

Ah, itu poin pertama dan sedikit ocehan gue mengenai kritik terhadap RDR2. 

Yang ada, 'kekurangan' dari RDR2 adalah sebuah kelebihan menurut gue. Dunia RDR2 terasa sangat nyata dan sangat hidup. Ketika gue main game tersebut, gue serasa bener-bener dibawa ke dunia wild west. Bukan cuma gue pura-puranya main sebagai koboi dalam game tersebut, tapi serasa kek gue beneran hidup dalam dunia game tersebut dalam wujud Arthur Morgan si tokoh utama. 

Dan tenang aja, itu bukan satu-satunya kelebihan game tersebut. 

Cerita RDR2 lebih bagus dari game Rockstar sebelomnya, Grand Theft Auto V. 

Demi apapun, cerita RDR2 bener-bener ngena sama gue. Gak sampe bikin gue nangis, tapi lumayan mendekati lah. Cuman ada dua game yang bisa ngelakuin ini ke gue, yaitu The Witcher 3: Wild Hunt dan Dragon Age: Inquisition. Tiga kali seumur idup gue tersentuh sama cerita dalam sebuah game, dan RDR2 sukses menempati satu dari tiga kesempatan tersebut. 

Semua tokoh utama dalam RDR2 terasa nyata dan manusiawi. Semuanya, dalam satu ato lain hal, mendapatkan character development yang cukup sepanjang perjalanan cerita. Paling mantep adalah, tentunya, si protagonis Arthur Morgan. Semua tokoh utama punya karakter tiga dimensional yang mengesankan dan susah buat dilupakan, dan meskipun ada beberapa yang lebih kentara spesialnya dari yang lain, semua tokoh utama punya keunikan masing-masing yang membuat cerita RDR2 jadi spesial. 

And that soundtrack.

Lagu-lagu di RDR2, baik itu di dalam maupun di luar misi cerita, sukses menambah kesan dalam game tersebut. Seriusan, lagu-lagu yang dipakai dalam misi cerita di RDR2 sangat enak didengar. Sangat memorable. Menggugah semangat dan memperkuat suasana.  Mau itu dentingan gitar pelan ketika lo lagi santai-santai di luar misi ato dentuman drum dan pekikan biola ketika lo lagi seru-serunya tembak-tembakan di dalam sebuah misi, gak ada momen lagu yang salah di game ini. Apalagi lagu yang berjudul "House Building Theme". Konon, kalo lo denger lagu itu, lo bisa ngebangun sebuah rumah cuma dalam tiga hari. 

Mungkin gue terlalu bias. Tapi gue sangat menikmati waktu gue memainkan RDR2. Mau itu ceritanya, mau itu jalan-jalannya, mau itu kegiatan berburu binatang-nya, mau itu minigame Poker-nya, mau itu tembak-tembakannya, RDR2 gak ada tandingannya.    

11/10. A masterpiece of masterpieces

Dua game ini (dan God of War yang gak gue mainin jadi gak bisa gue bahas di sini) sukses meyakinkan gue kalo masih ada yang namanya game bagus di dunia ini. 

Gimana enggak, jaman sekarang game kelas AAA seringnya ngecewain. Game jaman sekarang lebih terfokus ke mengeruk duit daripada menyajikan sebuah pengalaman tak terlupakan. Game yang sama dirilis terus tiap tahun tanpa banyak perubahan dan inovasi, hanya dengan judul yang berbeda. Beberapa game bahkan udah menjelma jadi budak korporat yang kerjaannya adalah menyedot duit dari pemain-pemain mereka melalui berbagai cara macam loot box dan microtransactions. Dengan kata lain, rasa cinta dan gairah terhadap game udah berkurang. 

Untungnya, ada game-game yang dibuat dengan penuh cinta macam dua game ini yang berhasil meyakinkan gue industri gaming masih hidup dan sehat walafiat. Bahwa masih ada pihak developer di luar sana yang masih niat bikin game. Bahwa cinta untuk dunia gaming masih ada. 

Mengutip Roger Clark selaku pemeran Arthur Morgan di The Game Awards, 

"...to share a moment in time with all of you, a moment in time which is clearly becoming the advent of a golden age of this medium..." 

The advent of a golden age of this medium.  

This medium. Video games. 

Dunia gaming sedang memasuki masa-masa kejayaannya. Masa-masa keemasannya. 

Game mahakarya macam God of War, Monster Hunter World, Red Dead Redemption 2, Super Mario Odyssey, dan Legend of Zelda: Breath of the Wild adalah tanda dari masa emas tersebut. Pertanda bahwa industri gaming lagi naik-naiknya, dan melihat bahwa ini adalah the advent alias sebuah kedatangan, rasanya masih kita masih akan melihat lagi game-game menakjubkan di masa yang akan datang.  

Harapan gue adalah semoga masa keemasan tersebut bisa bertahan lama. Masa kejayaan gaming bisa berlangsung lama, tanpa dijerumuskan oleh praktik-praktik licik macam microtransactions dan loot boxes. Tanpa dinodai oleh kepentingan politik pihak-pihak tertentu yang berusaha memanfaatkan gaming untuk memaksakan pandangan mereka. Tanpa gangguan yang bisa merengut kesenangan kita dari pengalaman bermain kita. 

Gue rasa, adalah tugas kita kaum gamers untuk menjaga kesenangan kita tersebut. 

Man, what a time to be alive

Let's just hope it lasts. 

Tell Me Sweet Little Lies

Masih di ranah gaming, sayangnya. 

Tadi gue ngebahas yang bagus-bagus dari dunia gaming 2018, sekarang tebak gue bakal ngebahas yang apa-nya? 

But of course, yang jelek-jeleknya. 

Ada Battlefield V yang merupakan sebuah kebalikan 180 derajat dari pendahulunya, Battlefield 1. Yang mana Battlefield 1 punya respon positif dari komunitas gamers, respon terhadap Battlefield V malah anjlok. Negatif, bahkan dari sebelom dia dirilis. 

Ya gimana enggak, Battlefield V ngide naro kaum wanita sebagai bagian dari prajurit-prajurit yang bertempur di garis depan Perang Dunia II. 

Mungkin gue terdengar teramat seksis tadi, tapi coba pikirin, dah: Perang Dunia II adalah sebuah medan pertempuran bersejarah yang didominasi oleh laki-laki. 

Mungkin itu kedengeran seksis sekarang, tapi emang itulah yang terjadi waktu itu. Medan perang sekarang lebih emang seimbang dalam hal jenis kelamin, tapi inget: Perang Dunia II terjadi tahun 1939 bukan 2019. Jaman dulu, belom banyak bahkan hampir gak ada dari kaum wanita yang ikut bertempur di garis depan peperangan. 

Dengan lo main taro perempuan sebagai bagian besar dari mereka-mereka yang bertempur, bukannya secara gak langsung lo main asal nulis ulang sejarah? Melupakan, mengesampingkan, bahkan meremehkan mereka-mereka yang BENERAN berjuang di perang tersebut demi khayalan kesetaraan gender lo?  

Jangan salah, emang ada pejuang wanita yang ikut berjuang di Perang Dunia II. Ada Lyudmila Pavlichenko, salah satu sniper paling mematikan di Perang Dunia II dengan korban sebanyak 309 orang. Ada Mariya Oktyabrskaya, wanita Rusia yang ganti kerjaan jadi sopir tank sukarela setelah suaminya terbunuh di pertempuran melawan Nazi Jerman. 

Emang ada wanita yang ikut bertempur di Perang Dunia II. Tapi jumlah mereka jauh, JAUH lebih dikit dari kaum adam. Mereka bukan sebuah pemandangan yang wajar di garis depan pertempuran, gak kayak apa yang ditampilkan oleh Battlefield V. 

Itu, dan bejibun masalah lainnya. 

You know the usual, kek game mode yang ngilang, ato sistem levelling yang gak adil, ato bahkan gameplay yang gak seseru Battlefield 1. Gak ada microtransactions ato loot box kepret sekarang, tapi entah kenapa Electronic Arts selaku publisher game sukses menemukan cara buat meng-amburadul-kan rilis Battlefield V.

Tapi, bukan itu fokus gue sekarang. Yep, gue udah menuangkan pendapat gue ke dalam kurang lebih delapan paragraf, tapi tetep aja Battlefield V bukan fokus utama gue di section ini. Keren, kan? 

Ehm. 

Ketika game ini pertama diumumkan, inilah lagu yang terngiang di benak kaum gamers

Country roads, take me home, 
to the place I belong, 
West Virginia, Mountain Mamma, 
take me home, country roads~ 

Tapi setelah game ini keluar, inilah lagu yang gamers pikirin: 

Tell me lies, tell me sweet little lies
Oh no, no, you can't disguise 
Tell me lies 
Tell me sweet little lies~ 

Ada yang bisa nebak? Gue rasa lo pada yang ngikutin gaming tau game yang gue maksud.

Yep, Fallout 76. 

Pas game ini pertama kali diumumkan oleh Bethesda selaku developler-publisher game, gue dan Gumuk, temen gue, nebak-nebak lokasi mana yang bakal jadi latar tempat game tersebut. 

Gue nebak Philadelphia. Gara-gara tim basket Philadelphia 76ers. 

Gumuk nebak West Virginia. Gara-gara lagu Country Roads yang diputer di trailer game. 

Gumuk yang bener. 

Gue sih lumayan hyped buat Fallout 76. 

Waktu itu, game Fallout terakhir gue adalah Fallout 4, dan meskipun gue denger fans veteran Fallout gak terlalu demen sama game tersebut, gue suka-suka aja. Tembak-tembakannya lumayan seru, setting-nya menarik, dan ceritanya lumayan menarik. 

Gue sih lumayan hyped buat Fallout 76. 

Sampe akhirnya gue denger kabar kalo game tersebut bakal jadi game multiplayer

What. 

Oke, lo tau kan, itu sama masuk akalnya dengan ngebikin Counter Strike jadi sebuah game story-based single player kek serial Metro? Ato ngebikin game PvE kek Monster Hunter dan Payday 2 jadi game PvP? 

Do you know how stupid it sounded, Todd?  

Ah, whatever. 

Siapa tau, dia punya kehokian dan kecakapan yang dimiliki oleh Monster Hunter World, gitu. Nyoba pertama kali masuk ke PS4 dan Xbox One, lancar jaya. Meskipun penerapan prinsip tersebut lebih rumit ke situasi Fallout 76, soalnya ini bukan cuma ganti platform main doang, tapi ganti genre

Mau gimanapun, ketertarikan gue ke game tersebut ngilang. Apalagi setelah mengetahui kalo Red Dead Redemption 2 dirilis di waktu yang berdekatan dengan rilis Fallout 76. I plan to spend my money somewhere else, thank you. 

Singkat cerita, Fallout 76 terdepak dari shortlist game inceran gue. 

Tapi gue ikutin terus tuh, kisahnya Fallout 76. Dan makin deket ke tanggal rilis game yang adalah 14 November 2018, makin mantep dan kocak lah ceritanya. 

Ada kisah kalo Todd Howard, sutradara game yang udah gue singgung namanya tadi, ngaku kalo gak bakal ada yang namanya masalah server di game tersebut. Saking lancarnya tu game, dia bilang kalo kita "gak bakal pernah ngeliat server lagi". 

Ada kisah kalo Fallout 76 gak bakal punya yang namanya non-playable characters ato NPC. Dengan kata lain, gak ada tokoh manusia dalam game selain para pemain game tersebut. Gak ada satupun tokoh manusia selain pemain lain yang ngasih lo misi, gak ada tokoh manusia yang bisa dimintain tolong, atopun gak ada tokoh manusia yang bisa diajak interaksi. "Semua tokoh dalam game adalah para pemain," begitulah kata Todd Howard. 

Ada kisah kalo Fallout 76 bakal pake game engine yang sama dengan Fallout 4. Dengan kata lain, perangkat lunak dasar yang dipakai untuk membuat Fallout 76 sama dengan perangkat lunak dasar yang dipakai untuk membuat Fallout 4. Dan Fallout 3. Dan Skyrim. Dan game Elder Scrolls sebelomnya, Oblivion. Dan game Elder Scrolls sebelomnya, Morrowind. 

Ada kisah kalo Todd "the Godd" Howard bilang Fallout 76 akan memakai teknologi rendering--pembuatan tekstur dan benda dalam game--yang baru. Yang lebih canggih dari game-game Bethesda sebelomnya. Teknologi tersebut juga (katanya) akan dipadukan dengan teknologi lighting--penerangan--dan landscaping--pemandangan--yang baru juga. Hmm, menarique. 

Ada kisah kalo berdasarkan dengan apa yang Todd Howard bilang tadi, Fallout 76 akan punya "detail yang 16 kali lebih mendalam". Yep, itu yang Todd Howard bilang, melanjutkan apa yang dia bilang tentang teknologi terbaru, lighting, rendering, blablabla. Apakah ini maksudnya 16 kali kedalaman detail Fallout 4 ato 16 kali kedalaman detail Morrowind, gue gak tau. 

Ada kisah kalo Fallout 76 adalah, sampai detik ini, proyek paling gede yang pernah dijalankan oleh Bethesda. Proses pembuatan Fallout 76 adalah hasil kolaborasi dari Bethesda Game Studios Maryland, Bethesda Game Studios Montreal, Bethesda Game Studios Austin, serta anak perusahaan dari Bethesda kek Arkane Studios, id Software, dan Zenimax Online. Intinya, megaproyek. Kek Lippo dan Meikarta. 

Wow, ultragede banget ya, game ini? Bayangin aja, game segede Skyrim dan Fallout 4 belom dianggep sebagai proyek terbesar Bethesda. Tapi ni game? Saking "gede"nya, melibatkan berbagai studio game yang Bethesda punya. Gila, bisa semegah dan segede apa ni game entar setelah dirilis? 

Setelah Fallout 76 dirilis, semuanya terungkap. 

Fallout 76 adalah sebuah malapetaka. 

Tu game dirilis dipenuhi--bukan cuma dinodai ato di selingi, dipenuhi--oleh bug, error, dan galat. Tu game teknisnya gak punya cerita sama sekali. Tu game, dengan kata lain, amburadul nan acakadut. 

Apa yang Todd Howard bilang tentang game tersebut? Omong kosong. Semua yang tadi gue sebutin? Omong kosong. Kecuali dua, dan sayangnya dua poin tersebut adalah poin yang mestinya gak jadi kenyataan. Yep, emang gak ada NPC di Fallout 76. Semua misi dan quest disampaikan melalui kaset holotape ato pesan suara dalam kaset. SEMUANYA. 

Dan yep lagi, emang bener game engine yang dipake Fallout 76 adalah sama dengan game engine Fallout 4 dan bejibun game Bethesda sebelomnya. Astaga. Sama dengan Morrowind. Yang DIRILIS TAHUN 2002. Bener sih kalo game engine jadul bukan berarti tampilan grafis game itu bakal jadul, tapi come on! 2002? Emangnya bisa sejauh apa sih lo mempercantik grafik game lo kalo software dasarnya aja umurnya udah nyaingin umur gue sendiri?   

Gak ada masalah server? Nop. Seringnya, gak ada angin gak ada ujan, para pemain didepak dari server tempat mereka bermain. Sering terjadi masalah server di tengah-tengah permainan. Masalah koneksi internet. Padahal internet mereka lancar-lancar aja, toh buktinya mereka lagi streaming ketika itu terjadi. Dan kalopun alasan streaming gue gak valid, kejadian ini bukan ke satu-dua streamer doang, tapi ke BANYAK BANGET streamer di luar sana. 

Teknologi rendering, lighting, dan landscaping baru? Seperti yang gue duga, game ini terlihat sedikit lebih bagus dari Fallout 4. Dalam arti apakah sedikit itu? Well, lebih warna-warni. Udah. Selebihnya, sama persis. Tampang orang sama, tampang bangunan sama, tampang tanaman semua, tampang SEMUANYA sama. Mungkin yang dimaksud dengan "baru" adalah teknologi yang sama dipake di game yang baru, kali ya. 

16 kali kedalaman detail? Setelah diliat di game-nya pernyataan "16 kali kedalaman detail" gak salah-salah banget. That is, kalo diterapkan ke prinsip 16 kali kedalaman detail Morrowind. Yep, Fallout 76 secara ajaib bisa memiliki detail yang lebih cetek dibandingkan dengan Fallout 4. Tekstur air bisa ngilang gitu aja, tekstur batu bisa kabur di depan mata si pemain, dan bejibun masalah lainnya. Lagi-lagi, astaga. 

Itu kalo gue ngebahas masalah yang didasari oleh "kisah-kisah" sebelom game dirilis. Belom kalo gue ngebahas masalah SETELAH game tersebut dirilis. Yap, belom kelar masalah mengenai kata-kata manis-manis-madu yang diucapkan oleh Todd Howard tadi, muncul lagi masalah di sekitar Fallout 76. 

Misalnya. 

Bagi mereka-mereka yang memesan Fallout 76 Special Edition, para pemesan akan mendapatkan (among other things) sebuah tas ransel yang terbuat dari bahan kanvas. Simpel, kan? But nop, Bethesda secara ajaib mampu membuat kesalahan dalam kasus tersebut, karena banyak pemesan yang malah mendapatkan tas ransel yang terbuat dari bahan nilon. NILON. YANG BEDA JAUH SAMA KANVAS. NILON. 

Ketika ditanyain mengenai ketololan ini, customer support Bethesda langsung berkilah dengan alasan bahwa bahan tas diganti gara-gara "kurangnya bahan". 

What.  

Sebuah studio game. Segede Bethesda. Yang udah bikin game laku keras macam Oblivion dan Fallout 4. Yang udah ngerilis Skyrim sampe berkali-kali sampe lo ngira mereka bakal ngerilis Skyrim buat hape Nokia 3310. Yang dari penjualan Fallout 76 sendiri pastinya udah punya cukup biaya dan bahan buat ngebikin beberapa ratus ribu tas ransel kanvas. Bisa. Kehabisan. Bahan. 

Dan mereka baru ngasitau ABIS para pemesan dapet tas salah bahan? 

What?! 

Akhirnya, sebagai kompensasi untuk korban-korban tilep ini, Bethesda memberikan duit microtransactions dalam game sebesar $5. Oya lupa bilang, di dalam game ini ada microtransactions

Daann, apa yang bisa lo beli dengan $5 di dalam game tersebut? 

Well, gak sedikit sih. Gak banyak, tapi gak sedikit juga. Kek, misalnya, sebuah tato jangkar di muka lo. YANG GRATIS DI FALLOUT 4, LO CUMAN PERLU NYARI TATONYA DI SUATU TEMPAT DI MAP GAME TERSEBUT. 

Ckckck, terlalu mantap game ini. 

And guess what, ternyata emang ada dari para pemesan yang dapet tas ransel berbahan kanvas. Para online influencers. Gegara satu dan lain hal, mereka bisa dapet tas ransel yang bahannya bener, sedangkan selebihnya malah dapet bahan nilon. 

Udahlah, gue capek nulisin tentang Fallout 76. Terlalu banyak ketololan yang belom gue sebut mengenai game ini. Rasanya lebih gampang kalo lo pada nyari intel mengenai kekhilafan game ini di YouTube ato Reddit. YouTuber YongYea selalu update dengan ketololan Fallout 76, dan percaya sama gue, kontroversi seputar Fallout 76 yang dibahas olehnya adalah bahan tontonan yang menarik. Soal tas kanvas-tas nilon tadi? Hoo boy, itu cuman permukaannya doang.

At the end of the day, gue bersyukur gue gak jadi beli ni game. Di akhir cerita, gue bersyukur gue jadinya beli Red Dead Redemption 2. 

Tapi di saat yang bersamaan, gue bersyukur gue dapet sebuah bahan ketawa yang sehat dan subur. Kalo bukan karena ketololan Bethesda dan kata-kata berbunga Todd Howard, Fallout 76 gak bakal jadi bahan ketawaan kaum gamers segede sekarang. Demi apapun, setiap kali gue denger berita tentang ketololan yang disebabkan oleh Fallout 76, gue ketawa. Dan karena ketawa itu sehat, so thanks, I guess, Bethesda? 

Dari kasus ini juga gue bersyukur, gara-gara kekacauan yang namanya Fallout 76, kita para kaum gamers diingatkan bahwa sebuah studio segede Bethesda dengan segala track record mulusnya masih bisa merilis sebuah game seperempat jadi kalo gak diawasin. Adalah tugas kita sebagai pembeli game-game ini untuk tetap waspada dan hati-hati terhadap praktik-praktik yang bisa merengut kita dari kesenangan kita terhadap game. 

Fallout 76 adalah peringatan bagi kita untuk mengawasi proses pembuatan game Bethesda selanjutnya, Starfield dan The Elder Scrolls 6. Jangan terlalu kepincut sama fitur pre-order game. Jangan mau duit lo ditilep untuk sesuatu yang belom tentu dikasih ke lo. 

Dan terakhir, buat our lord and savior Todd Howard. 

Ayolah, Todd. 

Tell me lies, tell me sweet little lies...   

Stars Exceeded

Tiba-tiba, Indonesia jadi tuan rumah Asian Games 2018. 

What? 

Gue sendiri baru nyadar setelah ngeliat berita mengenai banyaknya masalah yang dialami Jakarta sedari naiknya Anies Baswedan sebagai gubernur Jakarta. Jangan salah, yang namanya masalah sebenernya udah banyak dari jaman Ahok (dan jaman gubernur-gubernur sebelomnya), tapi entah kenapa, masalah di jaman Anies lebih santer terdengar. Perihal ini gara-gara media yang lebih bersemangat buat ngegoreng Anies sejak dia naik atau emang Anies-Sandi-nya yang kurang becus, gue juga gak tau.  

Ngeliat hebohnya berita tersebut, gue mikir, "Emangnya kenapa kalo Jakarta banyak masalah gini? 'Kan namanya juga masa transisi, kenapa setiap kali Jakarta kena masalah langsung jadi perhatian banget?" 

Langsung aja gue dibales dengan bokap gue, "Lah, kan bentar lagi Asian Games diadain di Jakarta, nak!" 

What? 

Ni sejak kapan dah, ceritanya? 

Sejak tahun 2014, nampaknya. 

Dan aslinya bukan Indonesia yang menjadi tuan rumah Asian Games 2018, melainkan Vietnam. 

Keputusan buat mengangkat Vietnam sebagai tuan rumah Asian Games 2018 disahkan pada tanggal 8 November 2012. Tadinya, Asian Games 2018 akan diadakan di Hanoi, ibu kota Vietnam. 

Hampir 2 tahun kemudian, 17 April 2014 Vietnam chickened out mengundurkan diri. 

Banyak faktor dibalik mundurnya Vietnam dari tuan rumah Asian Games 2018. Paling kentara adalah fakor biaya. Itu, dan keraguan akan kesiapan stadion olahraga yang notabene udah gak dipake sejak tahun 2003. Menurut Nguyễn Tấn Dũng selaku Perdana Menteri Vietnam, resesi ekonomi juga menjadi salah satu alasan Vietnam mundur dari tuan rumah Asian Games 2018.

Vietnam mundur, siapa yang gantiin? 

Bisa ditebak sendiri, negara yang menyambar kesempatan tersebut. 

Indonesia. 

Indonesia lulus semua prasyarat naik sebagai tuan rumah Asian Games 2018, bahkan ketika kota penyelenggaraan diganti dari Surabaya ke Jakarta. Dari semua kandidat pengganti Vietnam, Indonesia dianggap sebagai negara yang paling siap. Fasilitas lengkap, sarana transportasi mumpuni, dan akomodasi buat tamu juga cukup. 

Saking siapnya, tahun penyelenggaraan Asian Games di Indonesia dimajuin satu tahun. Yep, tadinya Asian Games 2018 akan diadakan tahun 2019. Alasan dimajuinnya masuk akal juga sih, toh Indonesia bakalan terlalu sibuk ngadain pemilihan presiden tahun 2019. 2018 sendiri juga gak terkesan terlalu mepet, karena renovasi dan upgrade yang dibutuhkan buat fasilitas perlombaan juga gak banyak. 

So it's set. Asian Games 2018 akan diselenggarakan di Jakarta dan Palembang. Dimulai tanggal 18 Agustus 2018, sehari setelah hari kemerdekaan Indonesia. 18/8/2018, angka yang bagus juga. 

Loncat lagi ke tahun 2018, setelah sedikit backstory tadi. 

Seriusan, siap gak sih kita sebenernya? 

Inget, dengan diselenggarakannya Asian Games tahun 2018, Indonesia jadi punya waktu persiapan sebanyak "cuman" empat tahun. Biasanya, negara tuan rumah Asian Games punya waktu persiapan sebanyak enam tahun. Belom lagi, tahun 2015 proses persiapan tertunda gara-gara biaya yang gak langsung cair. 

Itu, dan masalah lain.  

Ada masalah macet yang saking parahnya warga Jakarta udah terbiasa. Sebuah event internasional setingkat Asia, diadain di salah satu kota dengan kemacetan terparah di dunia? Rada susah, ya. 

Ada masalah seputar Kali Sentiong alias Kali Item yang mengeluarkan bau gak sedap, padahal letaknya pas di belakang Wisma Atlet Kemayoran. Sebenernya ini udah ditanganin sama pemerintah setempat, tapi cara penanganannya sendiri juga rada-rada: kain ditutupi oleh jaring berbahan nilon. Kain tersebut ditutup JARING dengan harapan BAUNYA ilang. Mungkin jaringnya dipasangin kapur barus, kali ya. Ah well, namanya juga usaha. 

Ada masalah keamanan, meskipun yang ini kejadiannya bukan di Jakarta. Beberapa bulan sebelom Asian Games 2018 jalan, terjadi pengeboman di tiga gereja Kristen di daerah Surabaya. Ini kejadiannya pas 13 Mei 2018, kurang lebih tiga bulan sebelom Asian Games 2018 mulai. Pihak berwajib langsung merespon dengan menurunkan 100,000 staf keamanan kek tim gegana dan tim sniper di Jakarta, Palembang, dan Jawa Barat. Polda Metro Jaya juga melakukan penyergapan besar-besaran terhadap kaum kriminal di Jakarta, dari copet sampe ke tersangka terorisme. 

Hari-hari terus berlalu sampe tanggal 18 Agustus 2018, tanggal upacara pembukaan Asian Games 2018. Tebakan gue, banyak yang rada tegang gara-gara takut akan keluarnya masalah entah-dari-mana yang bakal mengganggu penyelenggaraan Asian Games 2018. Dan kata gue mereka bener. Kita udah cukup kena masalah-masalah yang gue udah sebutin tadi di atas, harus kena apa lagi kah kita? 

Terus tibalah tanggal 18 Agustus 2018. 

Dan mendadak, semua masalah yang menghantui Asian Games 2018 seakan-akan ilang. 

Mungkin gara-gara ke-spektakuler-an dari upacaranya, kali ya. 

Soalnya, demi apapun, itu adalah upacara pembukaan terkeren yang pernah gue liat. 

Jokowi naik motor ngeloncatin mobil? Mantap. Jokowi melakukan stoppie buat ngehindarin nabrak sebuah bajaj? Alig. Jokowi memasuki stadion menaiki motor yang sama? Gila. Tari Ratoh Jaroe yang ditampilkan oleh 1,600 siswi dari 18 SMA? Gege. Theme song Asian Games 2018, Meraih Bintang, yang dinyanyikan oleh Via Vallen? Kece. Bejibun penyanyi Indonesia lainnya dengan penampilan mereka? Gak kalah. Penampilan tari-tarian dan atraksi yang mewakili elemen air, tanah, api, udara, dan Energy of Asia? Apalagi. 

Seluruh upacara tersebut bisa ditonton di YouTube. The whole 2 hours. Saking menakjubkannya, gue rasa itu adalah sesuatu yang harus lo tonton sendiri biar percaya. One of those things.      

Ehm, anyways... 

Pemerintah menargetkan Indonesia meraih 16 medali emas di perhelatan yang kali ini. 

16 emas. 

Dua kali raihan emas Indonesia yang paling banyak, 8 emas di tahun 1978. 

Apa mungkin? 

Yah, mengutip Via Vallen dengan lagunya yaitu theme song Asian Games 2018, 

Tetap fokus, satu itu
Hanya itu, titik itu
Tetap fokus, kita kejar 
Lampaui batas  

Dan lirik setelahnya, 

Tetap fokus, kita kejar
dan raih bintang 

Tu lagu secara gak langsung berbicara tentang Indonesia dan ekspektasi Indonesia terhadap Asian Games 2018. 

16 emas target adalah bintang yang harus diraih. Keliatannya mustahil bak meraih bintang yang nun jauh di sana, tapi itulah alasan kita di sini. Meraih bintang. 

8 emas adalah batas yang harus dilampaui. Menembus tembok batasan, menjadi lebih baik dari sebelomnya. Melampaui batas.   

Seakan-akan tu lagu jadi semacam motivasi bagi segenap kontingen Indonesia untuk melakukan dua hal yang belom pernah mereka lakukan sebelomnya. 

19 Agustus 2018, emas pertama Indonesia. 

Emas diraih oleh Defia Rosmaniar, atlet taekwondo berusia 23 tahun yang sukses memenangi nomor poomsae individu putri. One of many. Satu dari banyak. 

23 Agustus 2018, emas kedelapan Indonesia, menyamai pencapaian Indonesia tahun 1978. 

Emas diraih oleh Aries Susanti Rahayu dari cabang panjat tebing nomor speed climbing putri. Sampai detik itu, Indonesia udah meraih 8 emas, 6 perak, dan 10 perunggu. Batas tercapai. 

27 Agustus 2018. 

Bintang teraih. 

Adalah cabang Pencak Silat asal emas ke-16 Indonesia, yang diraih oleh Aji Bangkit Pamungkas di nomor Tarung Putra Kelas I (85kg - 90kg). At that point, Indonesia udah mendapatkan 16 emas, 13 perak, dan 25 perunggu. 

But wait, there's more! 

27 Agustus 2018. 

Bintang terlampaui. 

Beneran, di hari yang sama, Indonesia berhasil melampaui target yang ditetapkan oleh pemerintah. Medali emas ke-17 Indonesia datang dari cabang--get this--Pencak Silat. Emas dimenangkan oleh Komang Harik Adi Putra di nomor Tarung Putra Kelas E (65kg - 70kg). Patut diketahui juga kalo sepanjang tanggal 27 Agustus tersebut, cabang Pencak Silat sendiri udah sukses mempersembahkan lima emas. 

2 September 2018, hari terakhir Asian Games 2018. 

Berapa raihan medali Indonesia sepanjang perhelatan olahraga bergengsi tersebut? 

31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu. 

31. Tiga. Puluh. Satu. Emas. 

Astaga. 

Hampir dua kali target yang dikasih pemerintah, gila! 

Hampir empat kali raihan emas terbanyak tahun 1978, lebih gila lagi! 

Holy shit! 

Pas gue denger kabar tersebut aslinya gue biasa aja, tapi setelah gue ngeliat sejarah raihan Indonesia sepanjang jalannya Asian Games (baca: pas gue riset section ini), ini bener-bener sebuah pencapaian yang menakjubkan! 

Kata gue, para kontingen Indonesia sukses memanfaatkan momen di mana Indonesia adalah tuan rumah. Sekalinya Asian Games diselenggarain di negara sendiri, Indonesia langsung meraih jauh, JAUH lebih banyak emas dari sebelom-sebelomnya. Lo kira target pemerintah gak realistis? Lo lom liat berapa banyak emas yang SEBENERNYA diraih oleh para atlet! 

Selain pencapaian luar biasa (seriusan, ini di luar yang biasa) para atlet, orang juga ngomongin kesuksesan penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang. 

Maksud gue, bener sih kalo ada kontroversi di sepanjang jalannya Asian Games. Ada yang kena doping, ada masalah skor, ada masalah sportivitas, sure. Sayang banget itu semua terjadi, apalagi kejadiannya di pesta olahraga terbesar Asia. 

But come on, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi Indonesia sebelom Asian Games 2018 mulai, gue rasa we did just fine. Seriusan, penyelenggaraan Asian Games bisa jauh lebih kacau dari yang kita dapet kemaren. And yet, gak ada masalah yang gede-gede banget. Seenggaknya menurut gue. 

Gak ada komplenan soal lalu lintas Jakarta yang acakadut, gak ada masalah dari bau-bau Kali Sentiong, dan gak ada berita terjadinya serangan teroris sepanjang perhelatan Asian Games 2018. 

Mengingat kita semua memasuki Asian Games dengan suasana tegang nan cemas, gue setuju dengan pendapat kalo penyelenggaraan Asian Games di Indonesia sukses besar. Sebuah pencapaian mantap surantap. 

Orang biasanya cepet langsung mengarahkan semua pujian ke pakde kita semua, Presiden Joko Widodo. Toh, ini semua terjadinya di bawah pemerintahan dia. Dan gue partly setuju, Jokowi pantas mendapatkan kredit atas suksesnya Asian Games 2018. 

Partly, karena bagian setuju gue yang lain jatoh ke segenap panitia Asian Games 2018. Mungkin Jokowi-lah yang ngasih instruksi, pengawasan, dan pengarahan ke panitia, tapi tanpa mereka, Asian Games 2018 gak bakal jalan. Merekalah eksekutor dari perhelatan terbesar Asia ini, dan mereka adalah eksekutor yang luar biasa. Mulai dari upacara pembukaan sampai penyelenggaraan sampai keamanan sampai upacara penutupan, ini adalah Asian Games yang bakal susah dilupakan. 

Terima kasih buat kalian semua. 

Dan tentunya, untuk mereka yang tanpanya kita gak bakal meraih bintang. 

Para atlet yang mewakili Indonesia di Asian Games 2018. 

Mereka yang udah bersusah-payah berlatih, mengorbankan waktu dan tenaga untuk membela kehormatan bangsa, melawan bukan cuma lawan mereka di lapangan tapi kejulidan warganet yang gak tau apa-apa tentang perjuangan mereka. Mereka yang berhasil melampaui batas dan meraih bintang. Peraih ato bukan peraih, mereka tetaplah pemenang di mata gue. Mereka yang berhasil mencatatkan sejarah, mereka yang menjadi bagian dari rekor cemerlang Indonesia di sepanjang sejarah Asian Games. 

Terima kasih karena sudah melampaui batas. 

Terima kasih karena sudah meraih bintang.

Terima kasih karena sudah MELAMPAUI bintang.

Terima kasih atas perjuangan kalian. 

Dan terakhir, 

selamat!  

Is This What You Wanted? 

Pernah gak punya ekspektasi yang rendah banget terhadap sesuatu, and yet somehow, SOMEHOW, ekspektasi itu gak tercapai? 

Gue pernah, tahun 2018. 

Tersangka: YouTube Rewind 2018

YouTube Rewind terakhir yang gue tonton adalah YouTube Rewind 2015. Setelah menonton video tersebut untuk pertama kalinya, gue mikir, "Ah, gak sebagus yang 2014." Setelah itu, gue gak nonton YouTube Rewind tahun-tahun setelahnya lagi. 

Sampe akhirnya gue nonton YT (YouTube) Rewind 2018, dan mendadak Rewind 2015 menjelma menjadi sebuah masterpiece. Sebuah mahakarya yang gak berhak memiliki judul yang sama dengan Rewind 2018. It be like that

Bukan cuma gue yang berpendapat kek gini, nampaknya. Di dalam sebuah kasus ironi terbesar tahun 2018, YouTube Rewind adalah video dengan jumlah dislike terbanyak di, well, YouTube. Dan punya siapakah video tersebut? YouTube sendiri. Beneran, video dengan dislike terbanyak di YouTube adalah milik YouTube sendiri. Dislike-nya udah sebanyak 15 juta sekarang. Ngalahin Baby-nya Justin Bieber yang punya 10 juta dislikes. Lebih mantep lagi kalo dipikir-pikir, karena Baby mengumpulkan 10 juta dislikes dalam kurun waktu 8 tahun, sedangkan YouTube Rewind sukses mengumpulkan 15 juta dislikes dalam kurun waktu KURANG DARI 8 MINGGU. 

What the hell went wrong here? 

Kalo kata komenan di video tersebut, "everything". Kesemuanya. 

Kalo kata gue? 

Ya, banyak banget sih.   

Dimulai dari adegan paling pertama dari video tersebut. Jangankan adegan, melainkan shot paling pertama dari video tersebut. Eits, jangankan shot, melainkan frame paling pertama dari video tersebut. 

Will Smith. 

Now, Will Smith, gue respek sama doi. Dia adalah aktor yang bagus dan berkarisma. Jangkauan pemeranannya juga sangat luas, dari yang kocak di Men in Black sampe ke dramatis di Pursuit of Happyness sampe ke serius di Ali, harus gue akuin dia sangat berbakat. Dari segi kepribadian gue liat dia (keliatannya) seru banget. Kemanapun dia pergi, dia selalu membawa vibes positif. 

Tapi Will Smith? Di YouTube Rewind? 

Gue ngerti kalo dia teknisnya adalah seorang YouTuber. Dia punya channel YouTube, dia sering buat konten sendiri, dan dia memenuhi syarat sebagai seorang YouTuber kawakan dengan subscribers sebanyak 4,5 juta. Dengan faktor-faktor di atas, dia adalah seorang YouTuber, dan berhak dijadikan perwakilan para penghuni YouTube, kan? 

Kecuali, dia bukan seorang YouTuber. YouTuber sejati, seenggaknya.

You see, di mata gue, seorang YouTuber adalah seorang content creator yang terkenal DARI YouTube. Dia punya channel YouTube, dia sering bikin konten YouTube sendiri, dan dia punya jumlah subscriber mumpuni, dan dia menjadi terkenal SETELAH dia memenuhi syarat-syarat yang tadi gue sebutin. Bukan SEBELOMNYA.  

Soal dia bukan YouTuber sejati gara-gara production value ato editing team video-video dia yang keliatan bergengsi banget, itu gak terlalu ngaruh menurut gue. Toh, video unggahan Jack Black gak punya production value segila Smith, and yet dia masihlah seorang selebriti yang main YouTube di mata gue, sama kek Smith. Sama halnya dengan banyak YouTuber lain yang sekarang punya production value gede setelah mereka terkenal, tapi mereka teteplah seorang YouTuber karena mereka terkenal gara-gara YouTube. 

Secara teknis, Smith emang seorang YouTuber, tapi menurut gue dia lebih ke celebrity YouTuber. Selebriti yang punya channel YouTube sendiri. 

Dengan argumen gue di atas, balik lagi ke masalah kita tadi: kenapa Will Smith yang ditaro di YouTube Rewind? Di adegan pertama, shot pertama, frame pertama, seakan-akan dia adalah seorang YouTuber kelas elit yang pantas mewakili rakyat YouTube di video tersebut? 

Kenapa gak, let's say, PewDiePie? 

Ah, iya ya. PewDiePie, channel terbesar YouTube sampe detik ini, "muka" dan maskot YouTube, YouTuber yang paling mewakili YouTube, sekarang udah jadi daki di pundak YouTube. Bodo amat dengan kenyataan kalo PewDiePie menginspirasi sebagian besar YouTuber di YouTube Rewind 2018 dan dengan kenyataan kalo tanpa dia YouTube belom tentu segede sekarang. Nop, konten dia terlalu dewasa dan gak bersahabat buat YouTube yang sekarang lebih advertiser-friendly, dia kudu didepak.

Oh, itukah arahan sesungguhnya YouTube Rewind 2018? Advertiser-friendly? 

Bentar, keknya kita loncat agak kejauhan. 

Anyways, adegan selanjutnya bertempat di dalam Battle Bus Fortnite. 

But of course, Fortnite. Apalah YouTube tanpa Fortnite? Apalah Twitch.tv tanpa Fortnite? Apalah Ninja tanpa Fortnite? Apalah APAPUN tanpa Fortnite? 

Ngomong-ngomong soal Ninja, doi muncul di adegan dalam Battle Bus tersebut. 

Dan suka gak-suka, Ninja adalah satu-satunya YouTuber yang gue tau di adegan tersebut. Definisi itupun rada longgar, karena Ninja gak dikenal sebagai seorang YouTuber, dia lebih dikenal sebagai seorang Twitch streamer. Tapi yasudahlah, dia memenuhi semua syarat yang gue sebutin di atas. 

Anyways, adegan Battle Bus melibatkan banyak YouTuber, tapi cuma Ninja yang gue kenal. Pas adegan tersebut jalan, yang ada di benak gue adalah "ni siapa?" ato "sokap nih?" ato "kok gue gak kenal, ya?" Lebih-lebih lagi, kegagalan gue ngenalin muka-muka di Battle Bus memunculkan sebuah pertanyaan baru: ini gue yang kudet ato orang-orang ini sebenernya gak se-terkenal itu, ya? 

Para YouTuber loncat, adegan berganti ke--wait, who the hell are these? Siapa pula ni dua orang--oh, wait, tu ada Liza Koshy. Akhirnya, muka yang gue kenal, meskipun gue gak ngikutin Liza. 

Satu menit berlalu, dan dari 12 YouTuber yang udah muncul, gue cuman bisa ngenalin tiga. Pas seperempatnya. 

Ah, mungkin YouTubers yang lebih terkenal bakalan muncul seiring berjalannya video. 

Kemudian, adegan berganti ke Liza Koshy dan sekumpulan YouTubers lagi ngumpul mengelilingi sebuah api unggun. Hoo boy, ini dia bagian termantep YouTube Rewind 2018. 

Liza Koshy bilang kalo nampaknya "we control Rewind this year". 'Kita' ngendaliin YouTube Rewind tahun ini. Bentar, 'kita' itu dalam artian siapa, dah? Para content creators? Para penonton? Para warga YouTube? Ato apakah Liza ngomong itu sebenernya mewakili YouTube itu sendiri, jadi itu berarti YouTube yang ngendaliin YT Rewind 2018, yang mana berarti pernyataan tersebut gak ada artinya? 

Terus muncullah si kembar Merell (Veronica dan Vanessa) beserta Casey Neistat, dan mereka bilang tu video butuh K-Pop.

"There's one thing this video needs... K-Pop!"  

Seriusan, nih? Casey Neistat tiba-tiba demen K-Pop, gitu?

I mean, Idol-nya BTS masuk ke YT Rewind 2018 adalah hal yang bagus.. I guess? Don't get me wrong, ketenaran K-Pop akhirnya dianggep oleh YouTube adalah hal yang bagus. 

Sayangnya, setelah gue nonton YT Rewind 2018, gue menemukan kontroversi antara K-Pop dan YouTube. Komenan di video Super Junior dan BTS banyak yang ngilang lah, views buat channel YouTube Korea ibighit banyak yang raib lah, dan banyaknya 'serangan' YouTube ke K-Pop lainnya. Kemunculan Idol-nya BTS di YT Rewind jadi lebih terkesan YouTube manfaatin ketenaran BTS buat views daripada buat menggalakkan Asian representation. Aslinya sih begitu pas pertama gue nonton, tapi setelah melihat kontroversi tersebut, pandangan gue berubah, sayangnya.

Also, Casey Neistat dan K-Pop. What the hell? 

Mungkin agak susah masukin YouTuber Korea buat segmen BTS tersebut, tapi kenapa juga mereka pake CASEY NEISTAT? Apa sangkut pautnya dia sama K-Pop? Apakah dia diem-diem suka BTS, koleksi merch BTS, tapi kita gak pernah tau, gitu? Ngapain dia joget-joget Idol-nya BTS? Kenapa? Gue tau Neistat sebagai seorang vlogger elit, bukan sebagai bagian dari BTS Army, jadi kenapa dia bisa nyasar ke segmennya BTS? 

Ehm, anyways...

Balik lagi ke api unggun, dimana seorang YouTuber menyarankan nyinggung royal wedding, tapi doi diselak sama Michael Dapaah a.k.a. Big Shaq, yang menyarankan kalo yang ada malahan si YouTuber bakal nikah sama Bongo Cat. What? 

Oke, royal wedding... gue rasa itu adalah event gede yang wajib jadi pusat perhatian. 

Tapi apakah itu event gede YOUTUBE yang jadi pusat perhatian? 

Logikanya, gue kalo mau liat tentang royal wedding, gue gak harus ke YouTube, gue bisa ke TV ato ke koran ato ke majalah ato ke tabloid-tabloid Inggris yang berjudul bombastis itu. Bener, gue bisa nemu semua videonya di YouTube, tapi apakah gue harus ke YouTube buat nemu kabar tentang itu? Apakah keviralan royal wedding berasal dari YouTube? 

Lanjut ke api unggun, adegan science ala-ala, gue gak kenal siapa aja, adegan mukbang, gue gak kenal siapa aja, adegan Marshmello, Marshmello ternyata Mason Ramsey si Yodelling Kid, ice skating, lanjut lagi ke joget ala-ala K-Pop-nya Casey dkk, balik lagi ke royal wedding tadi, terus ke K-Pop lagi... 

Eh bentar, itu si TheOdd1sOut? 

TheOdd1sOut menyarankan YT Rewind masukin In My Feelings Challenge ato buat yang gak terlalu familiar dengan istilah tersebut, "Kiki, Do You Love Me?" 

Bagian "In My Feelings Challenge" didominasi oleh kaum YouTuber animator. Ada sih bagian non-animasinya (yang lagi-lagi didominasi oleh YouTuber yang gak gue kenal), tapi lebih banyak showcase dari para animator. 

Tiga orang yang gue kenal. John Oliver, Trevor Noah, dan Felix Kjellberg. 

Wait, what!? Felix Kjellberg?! PewDiePie?! Dia akhirnya muncul? 

Well, kalo muncul di sini dalam artian adalah dia "disinggung" dalam bentuk memes dan pesan tersembunyi yang jelas-jelas berkaitan dengan dia, berarti ya, dia muncul. Kalo lo ngomongin orangnya muncul secara fisik ato gak... dia gak muncul. *SPOILERS ALERT* Selama satu video, PewDiePie gak muncul. Sama sekali. Kecuali dalam singgungan kecil yang nongol di section melibatkan para YouTubers animator. Lebih tepatnya, section milik JaidenAnimation yang belom gue kenal waktu itu. 

PewDiePie. Basically YouTuber terbesar di YouTube. Gak muncul di YT Rewind 2018. Sama aja kek channel YouTube UEFA Champions League bikin video Top 10 Players/Plays/Goals 2018 terus gak masukin Cristiano Ronaldo ato Lionel Messi. Ato Marvel Studios bikin film Avengers tanpa Robert Downey Jr. Ato film Deadpool tanpa Ryan Reynolds. Aneh gak, sih?

Terus, gimana dengan John Oliver dan Trevor Noah?  

Kedua talk show host tersebut, percaya atau enggak, joget emote Fortnite. 

Lagi-lagi, what? 

Gue tau tujuan munculnya tu dua orang adalah untuk menampilkan sesuatu yang trendy tahun itu, kek Jimmy Kimmel di YT Rewind 2014 dengan tren selfie-nya, ato James Corden di YT Rewind 2015 dengan tiruan Carpool Karaoke-nya. 

Tapi, harus banget Fortnite, apa? 

Demi apapun, emote Fortnite dan tu dua talk show host gak nyambung. Kalo misalnya dari segi emote Fortnite-nya, kenapa harus mereka berdua yang nunjukin? Kalo dari segi John Oliver dan Trevor Noah-nya, kenapa mereka berdua harus nunjukin emote Fortnite? Mereka muncul di section yang melibatkan In My Feelings Challenge, kenapa gak jogetin sesuai lagu itu aja? Tu challenge punya jogetan sendiri, kenapa gak pake itu aja? 

Beda dengan Jimmy Kimmel di YT Rewind 2014, dia dengan tren selfie terlihat natural dan gak terpaksa gara-gara selfie sendiri udah jadi bagian dari budaya modern, bahkan di kalangan orang yang lebih tua macam Kimmel pun. Atopun Corden dengan tiruan Carpool Karaoke-nya gak terlihat maksa soalnya, guess what, Carpool Karaoke asalnya ya dari Corden sendiri. Tentu aja dia terlihat nyambung sama situasi tersebut. 

Trevor Noah-John Oliver dengan Fortnite? Sure, kalo ngomongin game, Trevor Noah pernah muncul di panel tentang Battlefield V. Tapi kalo soal Fortnite, mereka gak pernah melibatkan diri mereka dengan Fortnite. Fortnite bukan bidang mereka. Mereka emang lebih muda jika dibandingkan dengan sesama talk show hosts, tapi itu bukan berarti mereka bakal klop dengan image yang ditampilkan oleh Fortnite. Apa relevansi mereka dengan game tersebut? Content creator bukan, streamer bukan, pemain juga bukan. Kalo udah kek gitu, apa esensinya?  

Bukannya terlihat trendy, mereka berdua malah terlihat konyol.  

Dan sampailah kita di bagian yang paling kena cerca di video tersebut. SALAH SATU bagian yang paling kena cerca, lebih tepatnya. 

Lilly Singh a.k.a. IISuperwomanII menyarankan bahwa yang mestinya ditaro di video tersebut adalah mereka-mereka yang berhasil "melakukan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri", i.e. berbuat baik ke sesama. 

Kurang lebih semenit setengah dari video tersebut dihabiskan dengan YT Rewind 2018 ngomongin tren-tren sosial yang santer di 2018: kesehatan mental, drag fashion (yang gue gak tau ngetren di 2018), standar kecantikan, pendidikan, Asian representation yang gue singgung tadi, sedikit tentang feminisme terutama tentang women empowerment, pengungsi yang sedang nyari rumah baru, pendidikan lagi, dan tentang community YouTube yang (katanya) sangat suportif. 

Gue gak bermaksud mengatakan kalo semua isu di atas gak layak buat dibicarain, tapi apakah lo HARUS BANGET maksain kesemuanya itu ke dalam YT Rewind 2018? 

Emang bener kalo YouTube adalah sebuah platform yang bisa digunakan untuk mengangkat isu-isu di atas secara positif, tapi apakah itu doang guna YouTube? Apakah YouTube cuma bisa digunakan untuk membicarakan isu-isu sosial doang? Apakah isu-isu itu mewakili YouTube? 

Gue emang terdengar insensitif di sini, tapi sayang banget, orang nonton YT Rewind bukan buat nontonin tentang isu-isu sosial. 

Gak usah lo bikin segmen hampir dua menit cuma buat ngomongin isu sosial, cukup singgung aja kek lo (hampir gak kalo bukan gara-gara JaidenAnimations) nyinggung PewDiePie, orang pasti nangkep kok maksud positif dibalik komentar sosial lo. Seenggaknya, gue pasti nangkep. 

Yang juga mau gue tonjolin di sini adalah kemunculan dua channel YouTube Indonesia: skinnyindonesian24 dan Gen Halilintar. 

Gue seneng akhirnya channel YouTube Indonesia masuk ke YT Rewind 2018. Seriusan, gue seneng. 

Tapi kalo gue harus menukarkan kemunculan Andovi dan Jovial da Lopez dengan kemunculan PewDiePie, gue gak akan masalah sama sekali. After all, buat apa kita diwakili di YouTube kalo YouTube bahkan gak bisa mewakili dirinya sendiri? Inget, YT Rewind lebih dari sekadar mewakili YouTubers dari seluruh dunia, tapi juga mewakili warga-warga penghuni YouTube. Lebih tepatnya, mayoritas warga yang punya ekspektasi terhadap YT Rewind. 

Akhirnya, segmen yang kita tunggu-tunggu. 

"I think... we should read the comments." 

Dalih YouTube di YT Rewind 2018: kali ini, mereka bakal ngebaca kolom komentar dan ngasih para penonton apa yang sebenernya mereka mau. Pertanyaannya adalah, komentar siapakah yang akan mereka baca? Komentar mayoritas yang sesungguhnya, ato komentar orang-orang tertentu yang cocok sama agenda mereka? 

"Let's give the people what they want." 

Oh, do you even know what we want? 

Segmen melibatkan kostum-kostum ala Minecraft yang muncul di lagu I Love It - Kanye ft. Lil Pump. Apakah kita mau itu? Apakah GUE mau itu? Kagak, gue mau PewDiePie. 

Segmen melibatkan, ehm, "2018 = FUTEBOL". Apakah gue mau itu? Boleh aja sih, masukin aja Piala Dunia 2018, the Dele Alli challenge, dan pindahnya Cristiano Ronaldo ke Juventus. Kalo mau dipikir, kenapa Antoine Griezmann dengan jogetan Fortnite-nya gak ngegantiin salah satu dari Trevor Noah dan John Oliver? Apakah gue mau segmen "2018 = FUTEBOL" dengan tren bola yang bener-bener relevan? Mau-mau aja. Apakah gue dapet itu di YT Rewind 2018? Kagak. 

Segmen melibatkan Starman dan James Charles dkk. Apakah kita mau itu? Gue rasa ada yang mau salah satu dari Starman atau Sister Squad-nya James Charles. Apakah gue mau itu? Kagak sayangnya, gue mau tanding Logan Paul vs KSI. 

Segmen melibatkan ASMR. Apakah kita mau itu? Mungkin. Apakah gue mau itu? Boleh aja, meskipun gue lebih demen kalo perang antara PewDiePie dan T-Series dimasukin. 

Segmen melibatkan Fortnite. Astaga, Fortnite lagi. Demi apapun, singgungan terhadap Fortnite udah muncul tiga kali di video ini, termasuk segmen khusus buat Fortnite ini. Gak ada game lain yang sama ato lebih layak ditunjukin selain Fortnite, apa? Apakah gue mau ini? Kagak, kalo lo mau ngangkat game lagi, angkatlah game gede yang punya meme tersendiri, kek God of War dan Red Dead Redemption 2. 

Segmen melibatkan... Dame tu Cosita. Apakah kita mau itu? Entahlah, gue rasa saat ini YouTube gak tau apa yang YouTube sendiri mau. 

Segmen melibatkan foil ball challenge. Apaan tuh? Oke, mungkin gue yang kudet di sini, tapi apakah ADA yang mau singgungan terhadap foil ball challenge? 

Segmen melibatkan Baby Shark. Apakah kita mau itu? Gue tau ada yang mau, buktinya ada yang komen request naro Baby Shark di YT Rewind 2018 (ato itu cuman karangan YT Rewind 2018 doang?). Tapi apakah kita, mayoritas warga YouTube, mau Baby Shark ditaro di YT Rewind 2018? Sejujurnya gue gak masalah, tapi kalo Baby Shark ini sampe mendepak tren dalam YouTube yang lebih relevan kek meninggalnya tokoh-tokoh kek Avicii, Stefán Karl Stefánsson, Stan Lee, dan Stephen Hillenburg? KAGAK. 

Mengutip awal video, 

"Is this what you wanted?" 

NO. 

Apakah ini yang diinginkan YouTube? Ya, kayaknya. 

Apakah ini yang diinginkan kita para penonton setia YouTube? KAGAK. 

Lalu kenapa apa yang diinginkan YouTube dan apa yang diinginkan nampaknya gak sinkron? 

Apa mungkin YT Rewind 2018 emang tidak dibuat untuk memenuhi keinginan kita para penonton? 

Bisa aja. 

Kalo kita perhatiin pola tren yang diikuti oleh YT Rewind 2018, kita bisa ngeliat kalo mereka semua agak... jinak. Gak terlalu eksplisit. Kalo lo taro konten beginian di video YouTube lo, kemungkinan lo kena demonetisasi rendah. Konten yang ramah anak-anak dan keluarga. 

Macam konten yang ramah iklan. Advertiser-friendly

Bukan keinginan kita yang dibawa oleh YT Rewind 2018, melainkan para penaro iklan.

Yep, gue udah singgung di awal, dan emang begitulah kenyataan YT Rewind 2018. Beberapa topik dan orang emang sengaja gak disinggung ato diangkat karena dianggap gak akan menarik para penaro iklan di YouTube. Konten yang gak ramah keluarga. Ada kemungkinan kalo ini semua emang disengaja. Buat ngilangin bau-bau kontroversi yang udah menghantui YouTube selama dua tahun terakhir yang bisa membuat investor dan penaro iklan menjauh. 

Konten yang bisa membawa keuntungan gede dan marketable kek Fortnite. YouTubers yang udah pasti laku kek Will Smith. Tren yang gak berbahaya atau kontroversial kek Baby Shark. Isu sosial yang banyak menarik nama baik kalo diangkat kek kesehatan mental. Tema diversity penjangkau banyak banget segmen penonton dan YouTubers yang bikin ngiklanin produk tambah gampang. Bahwa YouTube gak punya masalah kek yang dikhawatirkan oleh para pengiklan ini sebelomnya. 

Well, melihat ke-amburadulan seputar YT Rewind 2018, gue dengan ini menyatakan bahwa

YouTube, you just played yourself

And nope, this is NOT what we wanted. 


***


Sekian. 

Tenang aja, masih ada part selanjutnya. 

Tapi itu dah, sekian dulu buat part one dari Year Review THIS IS A REVIEW tahunan gue. 

Ehm. 

Until the next post, bois! :D







  


No comments:

Post a Comment

SEE YA LATER SPACE COWBOY: Sebuah Update (lagi).

Hey, you. You're finally awake! You're trying to find a new post on this blog, right? Then found nothing, just like the rest of us ...